Suatu malam kami sedang tertidur pulas. Kami terkejut bangun, ketika mendengar suara papa yang berteriak-teriak, “Pencuri….pencuri…”. Ketika bangun dan berlari ke ruang tamu, aku melihat pintu depan telah terbuka lebar. Papa tidak ada. Aku, mama dan adik-adik berteriak-teriak memanggil papa. Kami ketakutan, di mana papa ? mana pencurinya ? apa yang terjadi ?. Kami hanya berdiri di depan pintu, takut keluar karena di luar masih gelap. Dalam hati aku berdoa, ya Allah, tolong jaga papaku….
Beberapa menit kemudian papa datang, beberapa orang mengikutinya dari belakang. Setelah berdiri di bawah lampu jalan depan rumah, aku mengenali mereka adalah tetangga-tetangga kami. Kami kemudian mendengar cerita papa.
Papa terbangun mendengar suara ayam dan ketika menengok keluar lewat jendela, papa mendapati si Pencuri ayam sedang berlari di atas tembok pagar samping rumah, yang tingginya sekitar dua meter, menuju ke pagar depan. Pencuri itu memakai sarung dan ayam-ayam dimasukkan dalam kain sarungnya. Papa segera membuka pintu dan mengejarnya sambil berteriak, sehingga membangunkan kami dan para tetangga.
Dalam hati aku merasa kecut, bagaimana kalau pencuri itu membawa golok ?. Bukankah papa tidak memiliki persiapan apapun.
Pencuri ayam itu melompati pagar depan, berlari, kemudian melompati pagar yang memisahkan kompleks perumahan kami dengan Taman Makam Pahlawan. Papa tetap mengejar, sampai papa tak melihat pencuri itu karena terhalang oleh rumput ilalang yang tinggi di Taman Makan Pahlawan. Papa kembali ke rumah dan hanya menemukan sebuah sandal tanpa pasangan di jalan lorong depan rumah kami.
Belakangan ini banyak tetangga yang kecurian di malam hari. Bukan hanya ayam, terkadang mereka dengan berani memasuki rumah dan mengambil barang-barang berharga. Beberapa hari yang lalu, papa tampak sangat geram mendengar cerita para tetangga tentang pencurian itu. Papa kemudian mengganti lampu pijar dengan lampu neon yang panjang, di teras dan di depan pagar rumah yang menerangi jalanan depan rumah kami. Kompleks perumahan ini memang agak gelap, hanya beberapa rumah yang memasang lampu jalan. Wilayah desa kami merupakan daerah pinggiran kota. Masih nampak sepi, belum banyak rumah dan pemukiman penduduk. Kompleks perumahan ini terletak di bagian lembah yang dikelilingi perbukitan. Di depan kompleks ada jalan raya, di belakang kompleks ada sungai. Di balik jalan raya dan sungai yang membelah kota Manado itu, berjejer perbukitan yang sangat indah.
Semasa anak-anak, kami sering bermain di Taman Makam Pahlawan yang terletak di sebelah kompleks perumahan. Arealnya luas dengan rumput ilalang yang tumbuh liar disekitarnya. Lapangan upacara yang asri dengan tugu di bagian depan yang penuh gambar pahatan. Pahatan-pahatan di tugu itu menceritakan tentang kisah perjuangan para pahlawan. Semua gambar alam dan buatan manusia, menyatu, melatarbelakangi keriangan masa kecil kami.
Kami sering berdiri di tengah-tengah lapangan, tempat yang biasanya dilaksanakan upacara hari-hari besar nasional seperti Hari Pahlawan, kemudian berteriak sekeras-kerasnya. Beberapa detik kemudian kami akan sangat senang mendengar gaung suara kami memantul menggema berulang-ulang. Mungkin saat ini tak ada lagi gaung itu, karena desa kami telah menjadi bagian dari kota Manado dan pegunungan kecil itu sebagian besar telah diratakan menjadi pemukiman penduduk.
Situasi desa pinggiran kota yang sunyi ini rupanya sangat disukai oleh pencuri. Rumput ilalang di sekeliling Taman Makam Pahlawan, yang tingginya kira-kira semeter itu adalah tempat persembunyian yang cocok, apalagi bila hari telah gelap.
Namun, dari semua peristiwa pencurian itu, hanya papalah yang berani mengejar pencuri, sendirian, di malam gelap gulita. Papa benar-benar lelaki pemberani, dengan kepercayaan pada diri sendiri dan keyakinan pada Yang Maha Pelindung, papa tak sedikitpun gentar. “Apalagi hanya pada satu orang pencuri ayam”, kata papa tertawa, ketika para tetangga mempertanyakan kenekatan papa mengejar pencuri itu. Tetapi yang sangat mengagumkan, sejak peristiwa itu tak terdengar lagi pencurian di kompleks perumahan kami.
No comments:
Post a Comment