Website counter

Wednesday, August 3, 2016

INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT




Akhir-akhir ini banyak kalangan menyoroti mutu pelayanan rumah sakit. Sebagian berasumsi dengan penilaiannya sendiri atas dasar pengamatan pribadi, sebagian lagi berusaha menerapkan penilaian berdasarkan berbagai tools yang dianggap dapat memperlihatkan kualitas pelayanan suatu rumah sakit.

Sebagai suatu organisasi yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, rumah sakit tidak terlepas dari tuntutan berbagai kalangan. Dengan tugas utama memberikan pelayanan kesehatan secara perorangan kepada masyarakat, waktu beroperasi 1 x 24 jam non stop, tidak boleh error, dengan tingkat tanggungjawab yang tak terbeli karena menyangkut hidup matinya seseorang, rumah sakit merupakan institusi yang unik.

Mutu suatu produk baik itu berupa barang atau jasa, seringkali diperspektifkan dari kaca mata customer. Baik atau buruknya suatu produk yang dihasilkan, cenderung dirasakan dan dinilai oleh customer. Mutu adalah faktor yang mendasar dari customer, penilaian terhadap mutu selalu berdasarkan pengalaman yang dirasakan oleh customer. Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik, mendapat penilaian yang serupa dalam hal menilai kualitas pelayanan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 16 tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, rumah sakit menjadi salah satu bahkan menjadi idola penelitian yang berpedoman terhadap KepMenPANRB ini.

Pertanyaannya :

Benarkah kita bisa menilai mutu pelayanan rumah sakit berdasarkan Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) ?

Sejauh mana IKM mampu memberi indikator bahwa suatu rumah sakit bermutu atau tidak ?

Layakkah rumah sakit dinilai kualitasnya dengan menggunakan tools yang sama dengan yang digunakan oleh instansi pelayanan publik lainnya ?

Penggunaan Indeks Kepuasan Masyarakat di institusi pelayanan publik, mampu menunjukkan kepada kita mutu pelayanan institusi itu berdasarkan pengamatan, penilaian dan kepuasan customer. Berbeda dengan institusi pelayanan publik lainnya, di rumah sakit penilaian ini hanya akan memberikan kepada kita hasil dari 'sebagian kecil' pelayanan yang menjadi produk dari rumah sakit.

Kemudahan tahapan pelayanan, teknis administrasi yang dibutuhkan dalam pelayanan, kenyamanan lingkungan, serta keberadaan, kedisiplinan, tanggungjawab, kemampuan, kecepatan, kesopanan  dari petugas yang memberikan pelayanan menjadi fokus  dalam analisis IKM. Bagi instansi lain yang notabene menjalankan manajemen administrasi umum, hal itu tidak menjadi masalah. Lain halnya ketika analisis ini dipaksakan untuk digunakan rumah sakit dan secara langsung digunakan  sebagai indikator untuk menilai mutu pelayanan rumah sakit. Ada banyak elemen-elemen penting yang seharusnya menjadi fokus penilaian, tidak teridentifikasi dalam menilai mutu pelayanan rumah sakit.

Rumah sakit menerapkan manajemen administrasi sekaligus manajemen klinik dalam memberikan pelayanan publik. Manajemen administrasi bisa secara langsung memberi gambaran puas atau tidaknya customer, tetapi tidak bisa menjadi patokan baik buruknya kualitas pelayanan rumah sakit. Secara bersamaan rumah sakit juga menerapkan manajemen klinik, yang secara langsung mampu memberi gambaran kesehatan dan keselamatan customer, tetapi tidak bisa menjadi ukuran puas atau tidaknya customer.

Dengan kata lain, puas tidaknya customer terhadap pelayanan rumah sakit, tidak bisa menjadi indikator baik buruknya mutu pelayanan rumah sakit. Ketika rumah sakit berupaya melakukan peningkatan dalam hal pelayanan publik dengan mempertimbangkan keinginan dan kepuasan customer, itu adalah hal yang wajar, tetapi ketika keinginan dan kepuasan customer itu berhadapan dengan standar-standar medis pelayanan rumah sakit, menyangkut profesional ilmu kedokteran, keinginan dan kepuasan customer berada di urutan belakang.

Rumah sakit telah lama menggunakan berbagai macam indikator untuk mengevaluasi kualitas layanan yang menjadi produknya. Indikator seperti Survey Kepuasan Pasien (SKP), Bed Occupancy Rate (BOR) yang dapat memberikan gambaran tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur, Average Length of Stay (AVLOS) yang memberikan gambaran tingkat efisiensi dan mutu pelayanan apabila diterapkan pada diagnosis tertentu, Turn Over Interval (TOI) memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur, Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap 1000 penderita keluar yang memberikan gambaran mutu pelayanan, serta masih banyak indikator klinis lainnya seperti Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Infeksi Nosokomial, Komplikasi Perawatan dan lain sebagainya.

Aturan teranyar dalam rangka mengontrol pelayanan suatu rumah sakit berkualitas atau tidak, adalah dengan mewajibkan setiap rumah sakit menjalankan Survei Akreditasi Rumah Sakit yang dilakukan oleh Tim Penilai Akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Dengan menggunakan standar internasional, survei ini merupakan penilaian tertinggi dan terlengkap terhadap pelayanan rumah sakit di Indonesia saat ini. Terus mengalami perbaikan sejak dimulai pada tahun 1995, kini Akreditasi Rumah Sakit memiliki 15 Bab yang dibuat dalam bentuk Pokja (Kelompok Kerja), dengan 323 standar dan 1218 elemen penilaian.

Berapa standar dan elemen penilaian yang dimiliki oleh survei-survei kepuasan lainnya, yang seolah-olah berlomba memberikan penilaian terhadap pelayanan rumah sakit ? Dan bisa dikatakan tanpa latar belakang yang cukup untuk menilai sebuah institusi pelayanan kesehatan seperti halnya rumah sakit.

Sejauh mana Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun masyarakat dapat memberikan kepercayaan terhadap survei-survei semacam ini, yang terus bermunculan serta hanya menyederhanakan permasalahan yang dihadapi rumah sakit, bahkan menjustifikasi hasil pelayanan. Survei-survei itu hanya berfokus pada sebagian kecil elemen penilaian, sehingga belum bisa menjadi acuan baik buruknya mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Harapan akan adanya dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan rumah sakit untuk berbenah diri. Semua pihak baik Pemerintah, masyarakat maupun petugas kesehatan menginginkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, namun semua itu membutuhkan dukungan.


Rumah sakit adalah institusi yang membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, membutuhkan SDM yang cukup dan berkualitas, serta membutuhkan anggaran agar mampu memberikan pelayanan kesehatan terbaik sebagaimana yang diharapkan dan semua itu tentunya menjadi tanggungjawab kita bersama. 

Keterlibatan dan kepedulian masyarakat, penting untuk menjadi catatan. Fasilitas rumah sakit seharusnya dengan kesadaran masing-masing individu dapat dijaga untuk kepentingan bersama. Begitu pula halnya  dengan semua aturan dan prosedur standar yang terdapat di dalam lingkungan rumah sakit, seharusnya bisa ditaati oleh masyarakat pengguna rumah sakit, demi terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu.

Khusus bagi Rumah Sakit Pemerintah termasuk rumah sakit yang sudah berstatus BLU sekalipun, Pemerintah memegang peranan penting untuk menyediakan anggaran yang memadai atas keberlangsungan operasional rumah sakit. Rumah sakit adalah institusi yang padat sarana/prasarana, padat tehnologi, padat karya, padat profesi, yang mana semua itu hanya dapat beroperasi dengan dukungan biaya yang maksimal, baik untuk pengadaannya, pemeliharaannya, maupun biaya operasionalnya. Makin berkualitas dan canggih suatu produk, maka makin mahal biaya yang dibutuhkan untuk pengadaannya, makin mahal pula biaya pemeliharaan dan operasionalnya. Tentu saja semua biaya itu tidak bisa ditutupi dengan pendapatan rumah sakit yang senantiasa dihitung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. Sampai saat ini, rumah sakit tetap dipandang sebagai institusi yang menjalankan misi kemanusiaan. Ada banyak rentetan kewajiban sosial yang harus dipatuhi sebuah rumah sakit Pemerintah, sebelum menentukan pertimbangan bisnis atau keuntungan. Tanpa dukungan penuh dari Pemerintah, perlahan tapi pasti, rumah sakit akan kesulitan memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Upaya-upaya perbaikan mutu pelayanan rumah sakit, tergantung persepsi kita terhadap harga dan nilai. Harga yang dikorbankan untuk kemaslahatan rakyat akan terasa sangat minim dibanding nilai yang kelak akan diperoleh apabila rakyat itu sehat, mampu berproduksi secara maksimal dan hidup sejahtera. Rakyat yang sehat jasmani dan rohani akan banyak memberikan kontribusi dalam berbagai bidang kehidupan.  Bagaimanapun, bidang kesehatan adalah salah satu indikator penting, kepedulian Pemerintah terhadap rakyatnya.