Website counter

Saturday, June 20, 2015

PAPA SAKIT



    
    Papa jarang terlihat sakit. Namun ini sudah kali keempat dalam tahun ini aku datang menjenguk papa karena sakitnya. Diabetes yang dideritanya memang sudah puluhan tahun, tapi tidak begitu mempengaruhi kualitas hidupnya selama ini. Kami, terutama kedua adikku Nang dan Ning bersama suami mereka selalu mengontrol penyakit papa. Papa setiap saat selalu bersemangat diusianya yang sudah diatas 70 tahun. Beberapa orang yang baru mengenal papa sering tidak percaya bila umur papa setua itu.
     Beberapa hari yang lalu papa menelponku, meminta agar aku segera datang. Hampir setiap hari aku berusaha menelpon mama menanyakan keadaan papa. Aku telah berjanji, untuk datang lagi menjenguk papa setelah anak-anak selesai ulangan kenaikan kelas. Maksudku agar aku bisa membawa serta mereka.
     
     Pagi itu aku menelpon mama, terdengar suaranya yang sedih. Kuputuskan segera berangkat pagi itu juga, padahal anak-anak masih dua minggu lagi ulangan dan suamiku baru saja tiba setelah beberapa hari bertugas ke luar kota. Setelah mendapat ijin dari suami akupun berangkat.
     Papa dan mama terkejut melihatku sudah berada di hadapan mereka. Papa menangis, kakinya nampak tak kuat memikul beban tubuhnya yang sudah sangat kurus. Namun raut wajahnya gembira melihat satu-satunya anak yang tinggal jauh telah datang. Ya Allah, aku masih ingin melihatnya bila aku datang seperti saat ini. Tapi kalau sudah waktunya, biarlah semua mudah baginya. Aku harus mencoba ikhlas menghadapi semua ketentuanMu. 
    
      Banyak yang datang menjenguk papa. Mereka berdoa, mengaji ataupun menangis saling bermohon maaf dengan papa. Dibalik suaranya yang keras, papa adalah pribadi yang penyayang, penuh perhatian  bahkan sangat perhatian apalagi terhadap sanak keluarga. Sikapnya itu kadang disalahartikan, tentunya karena tidak semua orang senang diperhatikan papa. Papa adalah produk tempo dulu, dimana hubungan kekerabatan adalah segalanya. Tapi jaman telah banyak yang berubah, termasuk budaya kekerabatan itu. Berbeda dengan papa, aku justru banyak tidak mengenal sanak saudara. Seringkali aku tidak bisa nyambung bila pembicaraan menyangkut hubungan keluarga. Ini anaknya si anu, itu cucunya si ini, sana istrinya sini, ah….lebih baik aku tak usah banyak komentar karena memang pengetahuanku mengenai hal itu sangatlah minim. Apalagi semenjak menikah aku mengikuti suami ke kota lain.
    
     “Sudah lama papa tidak lagi datang ke rumah”, kata Kak Mano sepupuku kemarin malam sewaktu datang berkunjung. “Biasanya papa sering datang, menyuruh kami ponakan-ponakannya mengumpulkan beras atau uang, kemudian papa membawanya pada orang-orang dekat yang membutuhkan”. Sebetulnya hatiku kaget, seperti itukah papa ? Di jaman di mana  banyak demo menuntut pemerintah memperhatikan warga negaranya, ketika para orang pintar sibuk mengutip pasal-pasal dan ayat-ayat yang menjelaskan kewajiban pemerintah itu, papa telah menindaklanjuti dengan inisiatifnya sendiri. Mungkin tidak banyak yang bisa papa kumpulkan. Tidak seperti ‘pundi amal SCTV’ atau ‘peduli kasih Indosiar’. Tapi paling tidak, papa telah berbuat. Papa tidak perlu harus menjadi gubernur, papa tidak perlu kampanye untuk membuktikan perhatiannya pada sesama. 
     Papa sedang sakit. Sekarang aku merasa tak ada yang perlu aku khawatirkan. Aku yakin, meski banyak kekurangannya sebagai insan, Tuhan pasti akan memperhitungkan sedikit kelebihan yang dimilikinya. Aku berbisik pada papa, yang penting papa ikhlas, kamipun ikhlas. Semua yang telah papa lakukan pada kami, tak ada yang bisa melakukannya dan tak ada yang bisa tergantikan…….

No comments: