Website counter

Sunday, February 14, 2016

GIGI OMPONG


Ini cerita mama semasa beliau kelas 1 Sekolah Menengah Pertama. Sebagai siswa baru di SMP, ada seorang kakak kelas yang menaruh hati pada mama. Hampir setiap sore, kakak kelas yang giginya ompong itu, lewat di depan rumah dengan sepeda dan tersenyum-senyum menatap rumah.

Suatu sore, mama sedang menjaga adik-adiknya yang masih berusia di bawah 10 tahun. Mereka duduk-duduk di tangga rumah yang menghadap ke jalan raya. Sementara Opa sedang bercengkerama dengan tamunya di ruang tamu. Seorang kakek yang berumur lebih tua dari Opa, dengan pipinya yang kempot karena sudah tak bergigi.
   
Ketika sedang bercanda dengan ketiga orang adiknya, tiba-tiba si kakak kelas lewat dengan sepeda sambil senyam senyum. Mama yang sejak awal tidak suka dengan si kakak kelas ini, mulai merasa terganggu karena sepeda itu sudah beberapa kali bolak balik di depan rumah dan si kakak kelas itu masih saja senyam senyum menjengkelkan.
   
Mama yang sudah sangat jengkel seketika mendapat ide. Dibisikinya adik-adik agar bila mendapat komando dari mama segera berteriak rame-rame. Adik-adik yang masih polos itu mengiyakan dengan riang gembira.


Sambil menunggu sepeda itu balik lagi, tamu Opa nampak keluar dari ruang tamu. Opa mengantar tamunya sampai di teras rumah. Kakek itu mengambil sepedanya yang tersimpan di kolong rumah. Sambil mendorong sepeda ke jalan raya, kakek itu sekilas melihat mama dan adik-adik yang duduk di tangga rumah. Tiba-tiba si kakak kelas muncul dengan sepedanya. Mama segera memberi komando ke adik-adiknya, " Satu..... dua.... tiga....". Mereka bertiga dengan lantang berteriak, "Gigi ompong..... gigi ompong..... gigi ompong.....".
  


Mama senang sekali, karena sasarannya celingak celinguk salah tingkah dan segera menggenjot sepedanya, kabur......
Tapi betapa kagetnya mama ketika si kakek yang sedang mendorong sepedanya tiba-tiba berbalik dengan wajah marah.

"Lihat anak-anakmu.... mereka mengatakan aku gigi ompong dengan berteriak-teriak", katanya sambil menunjuk ke arah mama dan adik-adik. Opa yang masih berdiri di teras rumah, dengan wajah merah padam segera meminta maaf dan memarahi anak-anaknya, "Ayo masuk semua.... mengapa kalian nakal seperti itu......"

Wednesday, February 10, 2016

PULAU SARONDE - GORONTALO UTARA


    


 
     Pulau Saronde terletak di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Jaraknya dari ibukota Propinsi  sekitar 65 km dengan menempuh perjalanan darat selama 1 jam, kemudian menyeberang dengan perahu untuk tiba di Pulau Saronde.  


    Pulau Saronde menyajikan pemandangan sekitar yang sangat indah, disamping pemandangan bawah laut yang juga tidak kalah indahnya. Pesisir pulau yang berpasir putih pada salah satu sisi pulau, merupakan bagian indah yang dapat dinikmati oleh pengunjung.  Bersantai dan berenang di tepi pantai dengan air laut yang jernih. Sebaliknya di sisi lainnya, terhampar bebatuan hitam sepanjang pantai, yang mampu menghipnotis pengunjungnya. Pemandangan alam yang luar biasa indahnya.
      Dengan latar belakang Pulau Sulawesi dan pulau-pulau kecil lainnya di sekitarnya, pemandangan Pulau Saronde benar-benar memukau. Birunya air laut dan putihnya buih ombak makin membuat hati ingin berlama-lama di Pulau kecil Saronde.
     Berjalan-jalan di atas pasir putih Pulau Saronde, memberi sensasi kegembiraan yang tiada tara. Di bawah naungan pohon-pohon cemara yang tertata  rapi ada beberapa gazebo, tempat bersantai setelah lelah berenang di air laut. Di Pulau Saronde juga tersedia beberapa cottage yang dapat disewa oleh pengunjung. 



















MENILAI MUTU RUMAH SAKIT MELALUI AKREDITASI




     Setelah  mengalami banyak perubahan standar sejak tahun 1995, akreditasi rumah sakit saat ini lebih menekankan pada proses dalam memenuhi kriteria standar internasional. Akreditasi rumah sakit memiliki banyak elemen penilaian yang dapat menjelaskan sejauh mana pencapaian sebuah rumah sakit terhadap kriteria standar internasional.
    

Secara umum tujuan dari akreditasi rumah sakit adalah mengedepankan keselamatan pasien dan mencapai kualitas pelayanan kesehatan berstandar internasional. Standar akreditasi rumah sakit dibagi atas 4 kelompok yaitu 2 kelompok standar dan 2 kelompok sasaran. Kelompok standar terdiri dari standar pelayanan berfokus pada pasien dan standar manajemen rumah sakit. Sedangkan kelompok sasaran terdiri dari sasaran keselamatan pasien dan sasaran menuju MDG's.
     Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapat pengakuan secara nasional maupun internasional, karena telah memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan baik dari sistem pelayanan maupun dari sistem manajerialnya. Pengakuan ini menjadi kebanggaan rumah sakit karena akan meningkatkan kepercayaan pengguna jasa maupun masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit tersebut. Rumah sakit yang telah terakreditasi dianggap lebih mampu menggunakan sumber daya dengan lebih efektif dan efisien. 
     Di Indonesia, lembaga resmi yang berwenang melakukan survei verifikasi  dan survei akreditasi adalah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). KARS merupakan lembaga independen yang diakui oleh Pemerintah dan memberikan akreditasi nasional dan internasional kepada Rumah Sakit. KARS telah terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua), yang merupakan sebuah lembaga internasional yang bertugas mengakreditasi lembaga akreditasi di berbagai negara. 

Setelah melakukan survei, KARS nantinya akan memutuskan predikat akreditasi yang paling tepat untuk diberikan kepada sebuah Rumah Sakit. Ada 4 macam status/predikat akreditasi yang dapat diberikan oleh KARS kepada rumah sakit yaitu Basic (Dasar), Intermediate (Madya), Advance (Utama) dan Excellence (Paripurna). Semua rumah sakit bercita-cita memperoleh predikat paripurna dari KARS. 


Persoalannya, sejauh mana pengelola dan staf rumah sakit mampu memahami inti sari dari tujuan pelaksanaan akreditasi  di rumah sakit ?

Gegap gempita akreditasi rumah sakit terdengar di seluruh Indonesia. Kerja keras, waktu dan biaya telah di korbankan untuk sebuah pengakuan bahwa sebuah rumah sakit telah memiliki standar pelayanan internasional. Yel-yel akreditasi diteriakkan dengan penuh semangat, namun sangat sedikit yang mampu menyadari bahwa akreditasi rumah sakit berarti membentuk "sistem manajerial pelayanan kesehatan di rumah sakit". Sepanjang sistem manajerial rumah sakit belum diterapkan sesuai standar-standar manajemen rumah sakit, atau dengan kata lain sepanjang dokumen rumah sakit hanya berupa tumpukan kertas tanpa implementasi, maka sepanjang itu juga benang kekusutan masalah rumah sakit tidak bisa terurai. 

Pada masa-masa awal penerapan akreditasi di Indonesia, KARS lebih menekankan penilaian pada kelengkapan dokumen, ini dimaksudkan agar rumah sakit segera berbenah diri menyiapkan berbagai regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan semua kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Saat ini, penilaian akreditasi rumah sakit lebih pada proses dalam memenuhi kriteria standar internasional. Penilaian lebih ditekankan pada bagaimana rumah sakit mengelola "input" secara efisien, hingga menghasilkan "output" yang efektif. Penilaian lebih berorientasi pada sejauh mana rumah sakit berkeinginan merubah budaya organisasi dengan memperbaiki sistem, bukan sekedar menutupi berbagai kekurangan agar memperoleh pengakuan dari KARS. Penilaian akreditasi adalah penilaian tentang adanya niat untuk menjadi lebih baik, menilai proses ke arah perbaikan, serta bagaimana simpul-simpul manajemen diurai satu per satu menjadi sebuah sistem yang bisa diterapkan dan dipertanggungjawabkan. Makin tinggi standar yang bisa diterapkan oleh sebuah rumah sakit, maka makin tinggi pula predikat yang akan diraihnya.

Ketika akreditasi rumah sakit dipahami sebagai sesuatu yang harus diperoleh untuk mendapatkan pengakuan, maka orang-orang hanya akan bekerja demi untuk sebuah pengakuan. Meraih sebanyak mungkin nilai dalam pokjanya masing-masing, hingga melupakan bahwa setiap pokja saling berkaitan satu dengan yang lain. Sistem manajerial pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit tidak mungkin mampu terbentuk hanya melalui kerja "kelompok-kelompok kerja" yang berdiri sendiri-sendiri dalam sebuah Tim Akreditasi. Penilaian rendah pada salah satu pokja sudah cukup menjelaskan bagaimana penerapan suatu sistem di rumah sakit. Semua itu menuntut tanggungjawab dan kepedulian seluruh SDM di rumah sakit, baik tenaga manajemen, fungsional maupun tenaga penunjang lainnya.

Pada dasarnya kelompok kerja yang dibentuk sesuai dengan bidang kerja dalam bab-bab pada dokumen penilaian akreditasi, hanya bertugas membantu rumah sakit. Pokja bertugas mengingatkan kembali tupoksi dari suatu organisasi yang dinamakan Rumah Sakit, yang telah memiliki struktur dengan pembagian tugas yang jelas, agar membenahi sistem manajerial rumah sakit. Pada umumnya dalam praktek, hampir semua rumah sakit telah memiliki peraturan, tetapi seringkali peraturan yang ada masih diterapkan secara lisan atau berdasarkan kebiasaan. Dengan akreditasi, dokumen-dokumen tentang tata cara berlangsungnya suatu sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, ditata, dikelola, ditulis kembali agar menjadi peraturan bagi suatu rumah sakit dalam memberikan pelayanan perorangan dalam bidang kesehatan. Tanpa pemahaman ini, pokja-pokja hanya akan sibuk beramai-ramai pengumpulkan dokumen, melakukan sosialisasi, melakukan simulasi, dengan kebingungan pada tingkat unit-unit kerja. Sementara di tingkat manajerial tak kalah bingung memenuhi tuntutan pokja-pokja, yang menuntut agar kebutuhan standar-standar akreditasi pada tiap pokja segera dipenuhi. Tentu saja semua itu membutuhkan kerja keras, waktu dan biaya yang tidak sedikit. 

Apa sebenarnya yang menjadi harapan inti dari akreditasi rumah sakit ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sistem didefinisikan sebagai :

  1. Perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas
  2. Susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya
  3. Metode 
Rumah sakit merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sistem pelayanan yang kompleks. Semakin tinggi tipe atau kelas suatu rumah sakit, akan semakin banyak jenis pelayanan kesehatan yang mampu dikelola oleh sebuah rumah sakit dan semakin luas pula sistem yang harus diterapkan oleh rumah sakit. Masing-masing bidang pelayanan memiliki sistem yang berbeda, tetapi saling berkaitan hingga membentuk suatu totalitas yang berwujud sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Baik buruknya totalitas itu, tergantung dari bagaimana sistem tiap-tiap bidang diterapkan.

Akreditasi rumah sakit memeriksa ada tidaknya kejelasan, keteraturan, kepastian mengenai sistem dalam memberikan pelayanan di rumah sakit. Pemahaman ini harus dibangun sejak awal ketika rumah sakit berkeinginan di akreditasi oleh KARS, agar semua pihak yang terkait memahami apa yang akan dilakukan, dan untuk apa itu semua harus dilakukan. Melaksanakan semua standar akreditasi adalah baik, dan akan lebih baik lagi jika kita memahami apa yang kita lakukan. Unit kerja sebagai ujung tombak dari pelayanan di rumah sakit sebaiknya dibekali pengetahuan manajerial sebagai bekal pelaksanaan standar dan menata sistem pelayanan pada tingkat unit kerja. Seseorang yang mampu memahami dan mengidentifikasi masalah (hazard/bahaya) di sekitar lingkungan kerjanya, akan jauh lebih mampu mengelola berbagai resiko yang mungkin terjadi. Sebaliknya, orang yang tidak mengetahui, cenderung tidak peduli dan menggampangkan masalah. Akreditasi hanya akan menjadi momok penambah beban kerja, ditengah rutinitas tugas utama yang padat. Dan setelah selesai akreditasi sudah bisa diduga, budaya kerja akan berlangsung seperti kebiasaan sebelumnya dan dokumen-dokumen akan tersimpan rapi berjejer di dalam lemari.

Rumah sakit mengatur dua macam manajemen dalam satu organisasi, manajemen klinik dan manajemen administrasi, namun penerapan kedua manajemen itu tidak bisa dipisahkan. Keduanya berjalan seiring untuk membentuk suatu sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Akreditasi memastikan bahwa semua aturan-aturan standar pelayanan di rumah sakit tercatat dalam berbagai dokumen, dengan sendirinya rumah sakit telah membentuk tata tertib, kepastian hukum serta "rules of the game" (aturan main) manajemen rumah sakit dalam melakukan tugas dan fungsinya. Aturan dalam dokumen harus dipatuhi dan berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan roda manajemen rumah sakit. Semuanya kembali tergantung seberapa besar keinginan dan kepatuhan kita untuk membangun budaya rumah sakit yang bermutu. Kepatuhan pada rules of the game ini berlaku untuk semua stakeholder rumah sakit, mulai dari petugas rumah sakit, pasien, pengunjung, masyarakat bahkan Pemerintah sebagai penanggung jawab keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Pada dasarnya, inti dari Akreditasi rumah sakit adalah menggiring kita untuk menerapkan "hospital bylaws" dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, menuntun kita untuk membangun "budaya organisasi" dalam tata kelola rumah sakit yang bermutu, sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit kita telah terbiasa bekerja dalam suatu "sistem manajerial rumah sakit" yang baik dan bermutu.





  

   



    


MERENCANAKAN RENCANA STRATEGI RUMAH SAKIT




    Rencana strategi (Renstra) rumah sakit sebaiknya dibuat berdasarkan suatu analisis yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing rumah sakit. Tiap rumah sakit akan memberikan hasil analisis yang berbeda, tergantung keadaan situasi dan kondisi lingkungan rumah sakit. Namun tidak dapat dipungkiri, seringkali dokumen Rencana Strategi beberapa rumah sakit merupakan hasil "copas" dari beberapa renstra rumah sakit lain, sehingga dokumen renstra rumah sakit terkesan aneh dan jelas tidak sesuai dengan keadaan rumah sakit itu sendiri. 

     Sulitkah membuat atau merencanakan suatu rencana strategi sebuah rumah sakit ? 


     Membuat dokumen Rencana Strategi rumah sakit sebaiknya dimulai dengan merencanakan dan menganalisa bagaimana keadaan lingkungan internal dan eksternal rumah sakit. Teori yang seringkali digunakan untuk menganalisa keadaan sebuah rumah sakit adalah Teori Analisis SWOT.  Sebenarnya teori ini cukup mudah diterapkan dan hanya membutuhkan waktu pertemuan beberapa menit. Yang menjadi masalah bila kita terlanjur menganggap bahwa menyalin dokumen rencana strategi rumah sakit lain, lengkap dengan berbagai macam teori manajemen adalah pekerjaan yang sangat mudah dan cepat berbuah hasil yaitu sebuah "Dokumen Renstra Rumah Sakit". 


               Apa keuntungan merencanakan suatu rencana strategi bagi rumah sakit ?


       Dengan merencanakan suatu rencana strategi rumah sakit, diharapkan kita mampu menganalisis keadaan rumah sakit sesuai situasi dan kondisinya. Tentu saja rencana strategis yang akan tertuang nantinya dalam dokumen renstra rumah sakit itu benar-benar dapat menjadi patokan, bagaimana seharusnya tim manajemen rumah sakit menjalankan sistem manajerialnya. Dokumen renstra yang baik dengan analisa yang sesuai dengan lingkungan masing-masing rumah sakit, sangat mempengaruhi bagaimana sistem manajemen rumah sakit akan diterapkan.

     Kesalahan yang umum terjadi, renstra rumah sakit dibuat tanpa "penyelidikan" mengenai situasi dan kondisi  rumah sakit yang bersangkutan. Dokumen renstra rumah sakit dibuat dengan menyalin dokumen renstra rumah sakit lain. Semua teori manajemen rumah sakit dituangkan dalam dokumen, seakan-akan semua teori manajemen akan diterapkan dalam rencana strategi rumah sakit. Tetapi ketika dibuka dan dibaca, lain yang ditulis, lain pula kenyataannya. Tak ada korelasi yang dapat menghubungkan antara potensi yang dimiliki rumah sakit dengan rencana strategi yang akan diterapkan. Potensi yang dimiliki rumah sakit seperti halnya Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana dari tahun ke tahun terus ditingkatkan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Di sisi lain renstra rumah sakit yang digunakan dan tertulis jelas dalam dokumen, tertinggal jauh beberapa dekade ke belakang. Meskipun SDM, sarana dan prasarana telah tersedia, semua itu tak banyak berarti tanpa ditunjang oleh sistem manajerial yang terkoordinasi dan tertuang dalam renstra yang baik, yang siap menjadi penuntun arah bagi sebuah organisasi.

     Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis suatu keadaan. Bagi sebuah rumah sakit, dengan menggunakan teori analisis SWOT, diharapkan manajemen sebuah rumah sakit dapat menganalisa kondisi rumah sakit nya. Dengan mengetahui keadaan rumah sakit, kita akan mampu membuat rencana-rencana strategi yang sesuai. Membuat visi dan misi rumah sakit, membuat program kerja, menerapkan budaya kerja, menjalankan standar operasional, mengatur berbagai sistem manajerial dan lain sebagainya. 

      Analisis SWOT mampu mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis. Dari analisis SWOT kita dapat merumuskan strategi rumah sakit ke depan. Dengan analisis SWOT perencanaan strategi rumah sakit akan berdasarkan logika dengan memanfaatkan Strengths (kekuatan) dan Opportunities (Peluang), namun secara bersamaan mampu meminimalkan Weaknesses (kelemahan) dan Threats (ancaman).  Tujuan dari semua itu agar dalam bekerja sebagai manajer-manajer rumah sakit, kita mengetahui dengan persis, tujuan dan arah rumah sakit sesuai kebutuhannya.