“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal"
(QS Al Hujarat: 13).
Menjejakkan kaki di Mekkah, Medinah dan Jeddah, kita akan disuguhkan pemandangan yang seharusnya mengingatkan kita akan kebesaran Allah SWT. Kalau di Indonesia, melihat satu atau dua orang turis asing saja, kita bisa melongo melihat hidungnya yang menjorok ke depan sampai 5cm, belum kulitnya yang putih seperti susu, belum matanya yang bening kebiruan bak air telaga, berbeda tentunya dengan ras kita. Bagaimana bila kita melihat begitu banyak mahluk yang berjalan dengan dua kaki, menyerupai bentuk dan gerakan kita, berkelompok dengan ciri-ciri yang sama, tetapi tiap kelompok berciri-ciri yang berbeda dengan kelompok yang lain.
MasyaAllah….begitu luar biasanya Zat yang telah menciptakan semua ini. Sayangnya banyak dari kita yang tidak mau atau bahkan menutup mata hati untuk melihat, merasakan dan menikmati situasi ini. Banyak dari kita yang bahkan dengan sengaja memilih tempat untuk selalu ingin berkelompok dengan ciri-ciri yang sama dengan dirinya, sebisa mungkin sebangsa dan setanah air, bahkan lebih baik lagi bila sekampung halaman. Mereka tidak ingin berpisah dari kelompoknya. Mungkin saja mereka takut tersesat, atau dipelototin mata besar bak bola pingpong milik orang India, atau takut diduduki orang Arab yang besar, atau takut diinjak oleh kaki-kaki yang bercat milik orang Afrika. Entahlah, yang jelas ketakutan itu menjelma menjadi perilaku yang agak aneh, mengunci diri, tak mau tersenyum, apalagi memberi salam. Dan tentu saja sebisa mungkin tidak memberi tempat untuk ciri yang berbeda berdekatan dengan kelompok kita.
Menyadari fenomena ini dan kemudian mengingat firman Allah SWT di atas, sekali waktu aku mendapati diriku berada di tengah-tengah kelompok yang ciri-cirinya berbeda jauh dengan diriku. Dengan memasang senyum dan mengucapkan ‘Assalamualaikum’, aku mencoba berkomunikasi dengan bahasa Inggeris Yang ‘only little little’, eh…..ternyata mereka juga sama, bahkan lebih parah bahasa Inggerisnya. Tapi dari bahasa tubuhnya, aku menyadari bahwa aku bisa diterima, jadilah kami berbahasa ‘Tarzan’, dengan gerakan tangan, kepala, mulut yang komat kamit tidak karuan, kadang-kadang aku menggambar maksudku di atas kertas, ternyata kami bisa saling memahami. Memang agak ‘stress’ juga, tapi kemudian aku menyadari aku mulai ketagihan. Sejak itu aku selalu menyiapkan sesuatu yang bisa aku berikan pada sahabat-sahabat baruku, bisa berupa minuman bubuk dalam sachet rasa jahe, minyak angin aroma terapi atau apapun dari Indonesia yang terasa unik bagi mereka.
Disela-sela waktu menunggu shalat, berdoa, zikir atau membaca, kami berkomunikasi dengan bahasa ‘tarzan’, tidak lama, selain cepat lelah karena otak diperas untuk bisa memahami apa yang dimaksud lawan bicara, kami juga sedang berada di dalam masjid. Namun tangan kami yang saling bergenggaman, mengusap-usap punggung satu sama lain, bahkan pernah tanganku sampai dicium (tentunya kami sama-sama wanita), hanya untuk mengungkapkan bahwa kami saling menyayangi.
Alhamdulillah ya Rabb, di belahan dunia yang jauh dari kampung halamanku, atas nama satu agama, atas nama satu umat Muhammad, kami bisa merasakan tidak ada yang berbeda diantara kita. Cerita tentang keluarga kami, kapan pulang ke tanah air, kondisi negara masing-masing (membentuk jari telunjuk seperti pistol), sampai keprihatinan kami atas kondisi umat muslim sedunia. Alhamdulillah benar-benar sangat menyenangkan. Dengan ucapan-ucapan yang bisa kami pahami bersama, ‘Alhamdulillah’, ‘Allahuakbar’, ‘Astagfirullah’ atau ‘Amien’, kami bisa merasakan kami bersaudara, disatukan oleh Agama Islam, datang berhaji dengan satu tujuan memenuhi panggilanMu. Ah……seandainya bahasa Al Qur’an menjadi bahasa pemersatu umat Islam sedunia…..
Mari lanjut ke judul terakhir yuk....... HIKMAH HAJI
No comments:
Post a Comment