Website counter

Saturday, May 30, 2015

HIKMAH HAJI

     Rukun Islam ada lima, mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Tentu bukannya tidak ada maksud sehingga Allah SWT memerintahkan manusia untuk melaksanakannya. Bukan untuk Allah SWT semata, karena manusia melaksanakan atau tidak, sama sekali tidak mengurangi keesaan Allah SWT. Perintah itu semata-mata untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, agar manusia layak menempati posisi yang dimuliakan Allah dari semua mahluk ciptaanNya.
     Perintah mengucapkan dua kalimat syahadat seyogyanya selalu mengingatkan kita pada perjanjian roh dengan Tuhannya.. Siapakah kita ? Kita cuma ciptaan dan sudah sepantasnya kita tunduk dan mengabdi kepada Sang Pencipta. Allah SWT bukan hanya Maha Kuasa, namun menyayangi mahlukNYa. Kewajiban kita tidaklah seberapa, dibanding begitu banyak nikmat dan karunia Allah SWT dalam kehidupan kita.
     Melalui shalat kita dibina agar mampu menjadi khalifah diantara semua mahluk di bumi ini. Dengan puasa kita dibina untuk dapat mengendalikan nafsu angkara sehingga bisa lebih bijak menjalani kehidupan ini. Dengan zakat kita diharapkan lebih peka terhadap sesama dan menyadari bahwa kita tidak pernah memiliki apa-apa. Semua hanya titipanNya, bahkan anak-anak kita dan orang-orang yang kita cintai.


     Haji merupakan rukun yang terakhir, seharusnya menjadi penentu dari empat rukun sebelumnya. Dalam ibadah haji, dalam beberapa momen, seperti perjumpaan dengan Ka’bah Baitullah atau mengunjungi Masjid Nabawi, jiwa kita diingatkan akan perjanjian dan pengakuan kita dalam dua kalimat syahadat, sehingga banyak diantara kita yang meneteskan air mata dengan perasaan yang tidak pernah dirasakan seumur hidup kita.

     Melaksanakan ibadah haji terasa sangat rugi jika tidak dapat melaksanakan shalat di masjid. Sama sekali bukan karena pahala yang dijanjikan sebesar 1000 atau 100.000 kali lipat dari pada shalat di masjid yang lain. Shalat di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi mengikuti imam dengan suara bacaan yang mengharu biru yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, karena sang imam bukan hanya hafal tapi pasti sangat memahami apa yang dibacanya. Rukuk dan sujud diantara ribuan manusia dengan karakter yang berbeda-beda. Shalat didekat jenazah dari berbagai bangsa yang jumlahnya bisa mencapai puluhan, hampir disetiap selesai shalat wajib, selalu mengingatkan kita bahwa hidup kitapun suatu saat ada akhirnya.


     Dalam ibadah haji juga penggambaran kehidupan akherat setelah kematian merupakan suatu pelajaran yang seharusnya menyadarkan diri kita, bahwa kita pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Siapapun kita di dunia, berpangkat atau berharta, setelah kematian tidak ada yang akan dibawa kecuali semua amal perbuatan kita selama di dunia.
     Dalam beberapa kesempatan, Pemerintah Arab Saudi membagi-bagikan buku-buku yang dicetak dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Sayangnya banyak yang tidak punya waktu untuk membukanya apalagi membacanya. Iming-iming besarnya pahala yang bakal diperoleh bila menghatamkan Al Qur’an, atau melaksanakan shalat di Masjidil Haram, merupakan cambuk pemicu jamaah untuk selalu mengerjakannya. Membaca Al Qur'an, shalat dan semua perbuatan mulia sudah menjadi kewajiban kita untuk melaksanakannya, tetapi kewajiban itu kadang dilaksanakan tanpa kesadaran dan pemahaman, semata-mata hanya untuk mengejar pahala. Tanpa disadari, hal ini seperti melakukan tawar menawar dengan Allah SWT. Kami akan melaksanakan perintah-Mu, agar kami diberi pahala seperti janji-Mu. Astagfirullah….sangatlah tidak pantas berpikiran seperti itu, bagaikan anak kecil yang akan berbuat baik jika diberikan permen dan akan menangis meraung-raung bila sudah berbuat baik tapi belum mendapatkan permen. Semua itu karena sang anak belum mampu memahami manfaat perbuatan baik itu bagi dirinya, yang diketahuinya hanya mendapatkan permen yang rasanya manis. Alhasil banyak jamaah yang tidak memahami manfaat perintah Allah SWT itu bagi dirinya, padahal tak ada kerugian sedikitpun bagi Allah bila perintah-Nya tidak dilaksanakan, semua itu semata-mata untuk kebaikan manusia itu sendiri. Allah SWT pasti akan memenuhi janji-Nya, tetapi masalahnya sejauh mana manfaat perintah itu bagi kehidupan kita dunia dan akherat ?
     Oleh karena itu membaca buku yang sebenarnya sangat mudah dipahami dan kemungkinan besar bisa langsung diamalkan,  justru menjadi pilihan yang paling terakhir atau bahkan dianggap hanya buang-buang waktu. Membaca buku sedikit banyak mampu membuka cakrawala berpikir kita. InsyaAllah jika semakin banyak umat muslim yang mampu menggunakan akal yang dikaruniakan Allah SWT, maka tentunya makin banyak masalah-masalah disekitar umat muslim yang bisa dicarikan solusinya. Jumlah umat muslim yang semakin banyak, seharusnya bisa diimbangi dengan kualitas umat yang semakin baik.
     Masih minimnya keinginan dan perhatian dalam mempelajari, memahami dan mengkaji agama Allah SWT, sangat mempengaruhi pola pikir dan kesadaran jamaah. Seyogyanya disadari bahwa datang berhaji membutuhkan persiapan fisik, mental dan spiritual di samping persiapan manasik haji. Memperbanyak membaca buku atau brosur yang dibagikan, juga buku berbahasa Indonesia yang banyak dijual di toko-toko buku di Mekah dan Medinah, serta mendengar ceramah-ceramah yang berkualitas, baik dari pembimbing, ulama yang berasal dari Indonesia atau bahkan ulama dari bangsa lain (akan lebih baik lagi jika bisa diterjemahkan dalam bahasa kita). Mungkin hal ini lebih banyak manfaatnya bagi diri sendiri, sanak saudara dan handai taulan, bila kembali ke tanah air. Jadi bukan semata-mata oleh-oleh kurma, pernak-pernik dan sekedar cerita wisata dari luar negeri. InsyaAllah hal ini dapat menjadi perhatian serius di masa-masa yang akan datang.
     Berkumpul di Baitullah, padang Arafah, Musdalifah, Mina, Mekkah dan Medinah (pada saat ziarah), banyak hal positif yang manfaatnya bisa kita rasakan di dunia maupun nanti di akherat. Tata cara ibadah ini mampu mendidik kesadaran jiwa manusia bila kita dapat memetik hikmahnya, dan hebatnya hanya ada di dalam Islam. Agama Islam sudah mengatur semua tata cara kita manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dari mulai kita dilahirkan, bahkan gambaran nanti di kehidupan setelah kematian. Firman Allah SWT berkali-kali, "Nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan ?".  Setiap muslim diperintahkan untuk belajar dan menuntut ilmu di manapun mereka berada dan kapan saja. Nabi bersabda, “Jika Allah menginginkan kebaikan pada seseorang, maka Allah akan membuatnya memahami agama-Nya”.

     Ilmu tidak akan didapat oleh orang-orang yang sombong dan tidak diperoleh oleh orang-orang yang malas dan orang-orang yang tidak bersungguh-sungguh. Ilmu memerlukan adanya kesungguhan dan semangat yang tinggi. Allah berfirman, “Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS Az-Zumar : 9)

No comments: