Website counter

Sunday, May 31, 2015

LOMBA MENYANYI


     “Sekali lagi”, kata papa sambil menekan tombol tape recorder di atas lemari ukir. Terdengar suara Chicha Koeswoyo, “Aku punya anjing kecil…..kuberi nama Heli….”, aku mengikutinya sambil bergoyang-goyang di atas kursi kayu di hadapan papa. “Kepala digoyang juga….senyum…..”, ujar papa lagi, ikut bergoyang mengikuti irama lagu. “Bayangkan ada Heli di sini…..” kata papa lagi sambil menggerak-gerakkan tangannya. “Heli…….”, Aku masih bernyanyi, lalu suara gonggongan anjing terdengar dari kotak persegi itu, aku bingung dan berhenti menyanyi. “Tidak apa-apa, Icko bilang saja,guk…guk…guk….”, dahi papa berkerut  lalu menekan tombol stop, kemudian papa menekan lagi tombol play, “kemari… guk guk guk”, lanjut papa mengikuti musik, aku bernyanyi lagi mengikuti papa. Perlahan aku mulai paham, aku harus menyanyi menjadi Chicha sekaligus si Heli. Ketika itu umurku 8 tahun.  

    Hari itu pun tiba, hari lomba nyanyi untuk memperingati hari proklamasi 17 Agustus. Kami berkumpul di Taman Kanak-kanak kompleks perumahan. Banyak anak-anak berhias, menggunakan pakaian warna-warni. Aku dengan percaya diri datang bersama mama. Mama baru saja menjahitkan baju baru untukku.
     Sebenarnya kami adalah warga baru di kompleks ini. Banyak dari anak-anak yang aku lihat, tidak kukenal. Mereka cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Banyak yang sudah lebih besar, mungkin mereka sudah kelas 5 atau 6. Mereka juga di antar orang tuanya masing-masing. Tapi kata papa, fokuskan pikiran pada penampilanku sendiri, jangan melihat atau menilai orang lain. Jadi aku hanya mengingat-ingat lagu yang akan aku bawakan dan akan seperti apa nanti bila aku naik panggung.
       Satu per satu peserta dipanggil naik panggung. Panggung itu adalah delapan buah meja Taman Kanak-kanak. Tiap peserta naik di atas meja itu dan mempersembahkan penampilannya. Aku tidak terlalu memperhatikan penampilan mereka. Ketika tiba giliranku aku bernyanyi sejiwa raga, persis seperti yang papa ajarkan, lengkap dengan membayangkan Heli si anjing kecil bermain bersamaku. Tepuk tangan bergema, aku mengembangkan rok baruku, menekuk lutut sambil tersenyum manis ke arah penonton. Aku turun panggung dengan tepuk tangan yang menggema di telingaku. Malam itu aku bermimpi menjadi Chicha Koeswoyo……
         Besoknya mama ditemui panitia lomba. Aku diminta tampil pada malam acara puncak. Aku pun dilatih papa untuk menyanyi lagu yang lain, masih lagu Chicha. Namun kali ini agak sulit, selain karena aku tidak hapal syairnya, lagu itu juga bernada tinggi. Papa meyakinkan aku bahwa, aku pasti bisa menyanyikannya dengan baik. Akupun jadi berpikir bahwa aku bisa, tak ada keraguan lagi kalau papa sudah  mengatakan begitu.
       Sejak sore mama dan papa telah bersiap-siap untuk mengantarku. Tapi ada kekhawatiran diwajah mama, pasalnya ketiga orang adikku harus ditinggal bersama Ijah seorang gadis yang baru beberapa hari ini bekerja di rumah kami. Selepas magrib papa menidurkan adik-adikku, sementara mama mendandani aku dengan baju baru yang dijahit mama kemarin. Mamaku pintar menjahit, bila aku besar nanti aku ingin seperti mama, tidak hanya pintar menjahit, mama juga pandai menyanyi. Menidurkan adik mama menyanyi, mencuci pakaian menyanyi, di kamar mandipun mama menyanyi.
       Meski cemas mama berpesan pada Ijah, agar menjaga adik-adikku. Malam hari lorong di depan rumah kami sepi. Jaman itu belum ada TV, satu-satunya hiburan malam ini cuma perayaan hari proklamasi di kompleks perumahan kami. Hiburan yang hanya setahun sekali.
      Para tamu undangan memenuhi gedung SMP di kompleks perumahan kami. Bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda pemudi dan anak-anak kompleks, bersuka cita memeriahkan acara peringatan kemerdekaan negara Indonesia. Di mana-mana terlihat bendera merah putih yang bersinar diterpa cahaya lampu.
Aku masuk digandeng papa dan mama, Baju rok mini berkerut banyak warna ungu dengan bunga-bunga kecil berwarna putih, ada ikat pinggang warna putih yang diikat dibagian belakang. Sepatu putih dengan kaus kaki putih, rambut dikucir dua,  lengkap dengan pita rambut berwarna ungu.
      Acara dimulai, pidato ketua panitia, pidato Kepala Kompleks, sampai pada acara yang ditunggu-tunggu, pemenang lomba. Banyak lomba yang diadakan, tentu saja banyak pula pemenangnya, juara 1, 2, 3, harapan 1, 2, dan 3. Gedung SMP pun gemuruh oleh tepuk tangan.
    
Ketika lomba nyanyi SD kelompok B diumumkan. Namaku disebut, juara satu. Aku melangkah ke depan menerima fandel, piagam dan sekotak hadiah. Kemudian aku diminta untuk mempersembahkan sebuah  lagu. Tepuk tangan diiringi musik kolintang…..”Hom..pim..pa ala ayum gambreng…….” Aku mulai bergoyang. Ketika nada makin meninggi dan akhirnya tinggi sekali, aku pun berteriak sekuat-kuatnya. Tepuk tangan bergema keras, plok…plok…plok…aku bisa…seperti kata papa, aku bisa……..Dari atas panggung yang besar dan tertata rapi itu, kulihat papa dan mama tersenyum bangga.
     Acara belum selesai ketika kami bergegas pulang, kecemasan mama terlihat jelas. Aku berlari-lari kecil mengikuti papa dan mama yang berjalan tergesa-gesa. Mama segera membuka pintu yang tidak terkunci, masuk kamar dan melihat ketiga adikku tertidur pulas. Mama keluar kamar, ke dapur sambil memanggil-manggil Ijah. Tidak ada sahutan. Aku telah mengantuk, hari telah larut malam.
      Saat bangun keesokan harinya kudapati Ijah di belakang rumah sedang merendam pakaian sambil bergoyang menyanyikan lagu hompimpa. Ketika melihatku yang berdiri di depan pintu dapur, ia menarik tanganku, “Bagus…bagus….tadi malam kak Ijah melihat Icko nyanyi….aduh rame sekali tadi malam….”. Rupanya Ijah meninggalkan adik-adik di rumah yang tidur pulas, ia tak mau ketinggalan hiburan yang hanya setahun sekali itu.

No comments: