Website counter

Saturday, May 30, 2015

IBADAH HAJI



“Ya Allah aku sambut panggilanMu, aku sambut panggilanMu, tiada sekutu bagiMu. Sesungguhnya pujian, kenikmatan dan juga kekuasaan adalah milikMu, tiada sekutu bagiMu”

   Kalimat talbiah ini diucapkan berulangkali sejak  berihram. Banyak jamaah  yang baru datang dari Indonesia yang mulai berihram untuk umroh di bandara King Abdul Azis Jeddah, meskipun diwajibkan berihram sejak dari miqat masing-masing. Tetapi adapula jamaah yang telah menggunakan pakaian ihram sejak dari Indonesia, dan ketika awak pesawat mengumumkan bahwa pesawat sebentar lagi akan melewati miqat, maka merekapun beramai-ramai mengucapkan niat dan memulai ihramnya. Dan akupun mengikuti kelompok ini.

Setelah berihram, larangan-larangan ihram tidak boleh dilanggar. Bagi sebagian jamaah Indonesia larangan ini ditafsirkan sangat luas. Tidak boleh mencukur rambut bagi sebagian jamaah berarti tidak boleh menyisir rambut, tidak boleh mencuci rambut bahkan rambut tidak boleh gugur walau hanya sehelai, padahal normalnya setiap hari rambut pasti ada yang gugur. Larangan tidak boleh memakai wangi-wangian, itu berarti tidak boleh mandi, tidak boleh menyikat gigi, karena produk-produk sabun dan odol mengandung wangi-wangian. Tafsirnya lebih luas lagi ketika ternyata jenis-jenis obat gosok, minyak urut atau minyak angin dikategorikan mengandung wangi-wangian. Alhasil banyak yang menghindari menggunakan produk-produk tersebut. Bagaimana membersihkan diri ketika hajat besar selesai ditunaikan ? Bagaimana rasanya tidak menyikat gigi berhari-hari ?
       
 Kita manusia selalu menginginkan yang terbaik untuk diri kita, kita menginginkan orang lain datang bertamu ke rumah kita dengan tubuh yang bersih. Mengapa ketika kita menjadi tamu Allah SWT, justru tidak menjaga kebersihan diri kita ? Yang juga menjadi banyak pertanyaan dari jamaah, ketika dokter menganjurkan jamaah untuk menggunakan masker selama di tanah suci, karena begitu mudahnya flu dan batuk menular diantara jamaah, tetapi ada larangan ihram menutup wajah bagi wanita. Tapi apapun itu, aku berusaha untuk meyakini dan melakukan apa yang terbaik menurut hati nuraniku, semoga Allah SWT meridhoinya.



Ribuan orang dari penjuru dunia berputar mengelilingi ka’bah melakukan tawaf. Dengan satu arah yang sama, berjalan sebanyak tujuh kali putaran. Tawaf dimulai dari sudut hajar aswat dan semua mata memandang takjub pada bangunan kotak berpenutup kain berwarna hitam. Masing-masing jiwa tentunya punya pemikiran sendiri tentang arti bangunan ini bagi dirinya. Tetapi yang pasti bahwa ritual tawaf di ka’bah merupakan salah satu dari beberapa rangkaian ibadah haji/umroh yang harus dijalani. Tentang mengapa harus tujuh kali, kenapa harus berlawanan arah jarum jam dan sebagainya, tentu bisa saja dicari jawabannya. Mulai dari yang bisa diterima akal sampai yang tidak masuk akal, bahkan ada juga yang menghubungkannya dengan metabolisme tubuh manusia.
       
 Dalam Al Qur’an Allah SWT telah menjelaskan bahwa Ka’bah adalah baitullah atau rumah tua, rumah yang pertama ada di muka bumi ini. Allah adalah Tuhan pemilik Ka’bah dan Ka’bah dipelihara oleh Allah SWT. Banyak dari jamaah yang membayangkan, seperti halnya manusia, Tuhan menunggui rumahNya, sehingga pemandangan saling dorong, saling sikut, beradu mulut sampai beradu otot tidak dapat dihindarkan terjadi di sekitar ka’bah, pada saat kita sedang melakukan ritual ibadah, demi agar bisa mencapai ka’bah, rumah Tuhan.
   Dengan keterbatasan akal manusia, Allah SWT menisbatkan rumah (baitullah) kepada diriNya sendiri adalah dalam rangka mengagungkan dan memuliakanNya. Dikatakan dalam QS. Al Maidah:97, “Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia…..”. Allah SWT lebih tahu fitrah kita sebagai manusia yang selalu membutuhkan media/sarana, bahkan dalam beribadah kepada penciptanya, “ Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai…..” ( QS Al Baqarah:144).

Baca juga : ISI DI DALAM KA'BAH BUKAN RAHASIA
   Allah SWT ada dimana-mana, bahkan ada di hati setiap mahluk ciptaanNya. Kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi, dengan akal manusia yang sangat terbatas Allah SWT menyederhanakan masalah-masalah gaib agar dapat dipahami manusia, termasuk keberadaan Allah SWT. “Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, bersihkan rumahKu untuk orang-orang yang tawaf, yang i’tikaf, yang ruku dan yang sujud” (QS Al Baqarah:125). Allah SWT mendengar suara hati kita meskipun tidak terucapkan. Allah SWT tentu lebih tahu apa yang tersembunyi dan yang nyata dari diri kita. Tidak perlu harus mewajibkan diri mencapai ka’bah dan menangis meraung-raung untuk mengungkapkan suara hati kita. Tingkah laku yang berlebih-lebihan justru bisa merusak ibadah kita yang sesungguhnya.
  Masalah-masalah gaib yang tidak terbayangkan sebelumnya, disederhanakan melalui ritual-ritual ibadah haji. Diharapkan dengan keterbatasan manusia kita mampu membayangkan seperti apa hari pembalasan itu, karena Allah SWT sudah menyatakan dengan tegas, bahwa hari itu akan datang dan tidak seorangpun diberitahu, termasuk nabi kita Muhammad SAW.
      
 Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah berihram dan berniat untuk melaksanakan ibadah haji, dilanjutkan dengan wukuf di arafah. Shalat, zikir dan doa-doa menggema dari tenda-tenda ketika matahari mulai tergelincir. Tapi pemandangan menggenaskan nampak dari kondisi jamaah. Jumlah toilet yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah jamaah yang datang. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi sebagian besar jamaah terutama yang sudah lanjut usia. Namun atas nama ibadah dan ujian kesabaran, jamaah harus mengikhlaskan semua penderitaan itu, meskipun buang hajat besar maupun kecil merupakan proses metabolisme tubuh yang tidak mungkin mampu dikendalikan sebagaimana halnya nafsu. Allah SWT memerintahkan manusia agar bisa mengendalikan nafsunya melalui rukun Islam yang ketiga yaitu puasa, tapi tidak pernah memerintahkan manusia untuk menahan proses buang hajat. Semua itu karena Allah SWT tahu kondisi mahluk ciptaanNya, bahkan makan dan minumpun ada batas waktunya.
    
Tetapi di Arafah, Musdalifah, dan Mina keikhlasan dan kesabaran menahan hajat besar dan kecil membuat banyak jamaah haji saling bersitegang satu sama lain. Syukurlah bagi yang katup penutupnya masih berusia muda dan bagus, tapi bagi yang katupnya sudah tua, longgar dan sering bocor, bisa dibayangkan bagaimana hasilnya. Pertanyaan di benakku, sulitkah menyediakan toilet yang lebih memadai dan terjaga kebersihannya ? Ataukah pemikiran bahwa kondisi jamaah yang menderita dan kotor semakin membuat ibadah menjadi lebih afdhal ? Yang jelas setelah dari Mina hampir semua jamaah sakit, dan tentu saja keadaan ini mengganggu proses ibadah selanjutnya.

Lanjut bacanya ya kejudul...... PENGALAMAN SPIRITUAL





   









No comments: