Rekomendasi penyesuaian tipe atau kelas rumah sakit oleh Kementerian Kesehatan beberapa hari yang lalu, menghasilkan tidak kurang 615 rumah sakit yang direkomendasikan untuk menyesuaikan kelas. Apa saja dasar penilaian Kementerian Kesehatan sehingga menghasilkan rekomendasi yg cukup membuat heboh bukan saja dikalangan rumah sakit, namun juga Pemerintah Daerah baik eksekutif maupun legislatif.
Sebetulnya, kategori dan persyaratan tipe rumah sakit sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. PerMenKes ini merupakan penyempurnaan sistem perizinan dan klasifikasi merujuk pada Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Penetapan klasifikasi rumah sakit didasarkan pada beberapa aspek yaitu, jenis pelayanan yang mampu diberikan, Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada, fasilitas peralatan yang tersedia, serta kesesuaian standar bangunan dan prasarana dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang paripurna. Rumah sakit diwajibkan untuk memenuhi semua kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan kelasnya masing-masing. Kriteria itu merupakan standar yang juga diatur dalam berbagai regulasi yang lebih detail.
Bukan hal yang aneh bila setiap daerah mengharapkan di daerahnya memiliki rumah sakit yang memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Rumah sakit yang mampu menyediakan semua jenis pelayanan kesehatan. Rumah sakit yang dilayani oleh berbagai macam tenaga kesehatan yang profesional. Rumah sakit yang memiliki fasilitas terlengkap dan termodern.
Harapan ini tentu saja sangat manusiawi. Namun di sisi lain ada hal yg seringkali dilupakan, yaitu bidang kesehatan adalah bidang yang dituntut untuk menerapkan standar-standar yang tinggi dalam pelayanannya. Sebagai pemberi pelayanan kesehatan perorangan, rumah sakit identik dengan pelayanan hidup matinya seseorang. Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika rumah sakit diwajibkan untuk fokus memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan klasifikasinya.
Setiap klasifikasi kelas rumah sakit memiliki daftar jenis pelayanan minimal. Rumah sakit kelas A memiliki jenis pelayanan minimal terlengkap dibanding rumah sakit kelas B, kelas C atau kelas D.
Setiap klasifikasi kelas rumah sakit memiliki daftar jenis pelayanan minimal. Rumah sakit kelas A memiliki jenis pelayanan minimal terlengkap dibanding rumah sakit kelas B, kelas C atau kelas D.
Pembagian kelas ini bukan berarti rumah sakit kelas A memiliki kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik dari rumah sakit kelas B, C atau D. Suatu rumah sakit akan dinilai baik apabila mampu memberikan pelayanan kesehatan minimal yang sesuai dengan kelasnya.
Apabila suatu pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit, oleh karena kelasnya memang tidak menyediakan pelayanan tersebut, maka rumah sakit dipersilahkan merujuk pasiennya ke rumah sakit kelas di atasnya. Rumah sakit itu tidak akan dinilai tidak baik hanya karena merujuk pasiennya yang membutuhkan pelayanan lanjutan. Justru rumah sakit akan mendapat penilaian tidak baik, apabila tidak mampu memberikan pelayanan minimal sesuai kelasnya.
Jenis pelayanan pada masing-masing kelas, sangat berhubungan erat dengan ketersediaan SDM di rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib memiliki SDM minimal sesuai klasifikasinya. Profesi tertentu seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan, menjadi persyaratan awal dalam menentukan kelas rumah sakit. Bobot penilaian kriteria SDM ini mencapai 75%.
Apabila suatu pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia di rumah sakit, oleh karena kelasnya memang tidak menyediakan pelayanan tersebut, maka rumah sakit dipersilahkan merujuk pasiennya ke rumah sakit kelas di atasnya. Rumah sakit itu tidak akan dinilai tidak baik hanya karena merujuk pasiennya yang membutuhkan pelayanan lanjutan. Justru rumah sakit akan mendapat penilaian tidak baik, apabila tidak mampu memberikan pelayanan minimal sesuai kelasnya.
Jenis pelayanan pada masing-masing kelas, sangat berhubungan erat dengan ketersediaan SDM di rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib memiliki SDM minimal sesuai klasifikasinya. Profesi tertentu seperti dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter spesialis dengan kualifikasi tambahan, menjadi persyaratan awal dalam menentukan kelas rumah sakit. Bobot penilaian kriteria SDM ini mencapai 75%.
Masih minimnya jumlah dan penyebaran yang tidak merata pada profesi dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis di seluruh wilayah nusantara ikut berperan dlm menciptakan kesulitan rumah sakit untuk memenuhi persyaratan itu. Sampai saat ini, Kementerian Kesehatan masih mentolerir penggunaan satu profesi tertentu untuk beberapa rumah sakit. Namun tentu saja bobot penilaian akan berbeda antara yang bekerja full time dan bekerja part time.
Ketersedian SDM kesehatan selalu diikuti dengan ketersediaan peralatan medis. Peralatan medis berfungsi untuk membantu operator (dokter dan tenaga kesehatan lainnya), dalam pekerjaannya memeriksa pasien, menegakkan diagnose dan memberikan terapi kepada pasien. Ketersediaan peralatan medis harus disesuaikan dengan kemampuan operator yang ada, bukan sebaliknya. Memastikan ketersediaan SDM sebelum menjejali ruangan-ruangan rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap dan modern, sama pentingnya dengan menyiapkan fasilitas yang sesuai dengan kemampuan SDM yang ada.
Setiap spesifikasi suatu peralatan medis, membutuhkan latar belakang keilmuan medis. Sebuah tang, yang digunakan oleh seorang dokter gigi memiliki spesifikasi yang berbeda dengan tang yang digunakan oleh seorang dokter spesialis kebidanan. Dan tentunya sangat jauh berbeda bila berada ditangan seorang tukang bangunan, meskipun mungkin nama dan fungsinya mirip.
Setiap spesifikasi suatu peralatan medis, membutuhkan latar belakang keilmuan medis. Sebuah tang, yang digunakan oleh seorang dokter gigi memiliki spesifikasi yang berbeda dengan tang yang digunakan oleh seorang dokter spesialis kebidanan. Dan tentunya sangat jauh berbeda bila berada ditangan seorang tukang bangunan, meskipun mungkin nama dan fungsinya mirip.
Makin beragam jenis pelayanan dan jenis profesi SDM kesehatan yang tersedia, makin tinggi pula standar keselamatan dan keamanan sarana rumah sakit, untuk menunjang kegiatan pelayanan di dalamnya. Idealnya, rumah sakit harus memenuhi persyaratan teknis bangunan yang sesuai standar bangunan rumah sakit, dimulai dari proses perencanaan pembangunannya.
Struktur bangunan harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit. Terdapat banyak sekali perbedaan yang sangat mendasar pada proses perencanaan bangunan rumah sakit dibanding bangunan lainnya. Dan hal ini tentu saja sangat berhubungan dengan banyak sekali sistem dan prosedur pelayanan kesehatan yang nantinya akan berlangsung di dalamnya 1x24 jam sehari.
Struktur bangunan harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggaraan rumah sakit. Terdapat banyak sekali perbedaan yang sangat mendasar pada proses perencanaan bangunan rumah sakit dibanding bangunan lainnya. Dan hal ini tentu saja sangat berhubungan dengan banyak sekali sistem dan prosedur pelayanan kesehatan yang nantinya akan berlangsung di dalamnya 1x24 jam sehari.
Demikian pula pada aspek kelengkapan prasarana. Masalah yang berhubungan dengan ketersediaan sumber listrik dan sumber air bersih, sistem pengelolaan limbah rumah sakit, sistem pengelolaan gas medis, sistem pencegahan bahaya kebakaran, sistem komunikasi dan lain sebagainya. Semua itu diwajibkan untuk dipenuhi dan dilaksanakan sesuai standar, dimana semua standar itu telah diatur secara detail dalam berbagai regulasi perumahsakitan.
Kelas rumah sakit disematkan hanyalah untuk menggolongkan rumah sakit dalam kriteria yang sesuai dengan pelayanan yang ada. Bagaikan seorang anak sekolah yang digolongkan dalam kelas sesuai dengan umur, kemampuan motorik serta kemampuan berpikirnya. Memaksakan anak kelas 1 SD untuk berada di kelas 6 SD dan mengikuti kurikulum kelas 6, tentu saja tidak realistis. Yang ada malah menjadikan anak tersebut stress. Demikianlah yang terjadi pada rumah sakit. Makin tinggi kelas rumah sakit, makin besar pula tarif pembayaran yang menjadi tanggungan BPJS. Berapa banyak SDM rumah sakit yang makin galau akhir-akhir ini, gara-gara jasa pelayanannya belum dibayarkan BPJS.
Banyak rumah sakit pada saat mengajukan permohonan penentuan kelas rumah sakit, telah memenuhi persyaratan sesuai kelasnya. Semua SDM telah terpenuhi, meskipun sebagian adalah tenaga kontrak. Namun dengan berjalannya waktu, masa kontrak berakhir dan dengan berbagai alasan kontrak tidak dilanjutkan. Demikian pula yang terjadi dengan peralatan medis, sarana dan prasarana rumah sakit. Selain membutuhkan banyak anggaran pemeliharaan, ada masanya ketika peralatan medis, sarana dan prasarana rusak dan tidak bisa digunakan lagi.
Ketika BPJS Kesehatan melakukan kredensial, ditemukan ketidaksesuaian kelas di beberapa rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Presiden no.82 tahun 2018, BPJS Kesehatan harus melaporkan kepada Kementerian Kesehatan untuk dilakukan reviuw. Hal inilah yang mendasari Kementerian Kesehatan melakukan review kelas rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Banyak rumah sakit pada saat mengajukan permohonan penentuan kelas rumah sakit, telah memenuhi persyaratan sesuai kelasnya. Semua SDM telah terpenuhi, meskipun sebagian adalah tenaga kontrak. Namun dengan berjalannya waktu, masa kontrak berakhir dan dengan berbagai alasan kontrak tidak dilanjutkan. Demikian pula yang terjadi dengan peralatan medis, sarana dan prasarana rumah sakit. Selain membutuhkan banyak anggaran pemeliharaan, ada masanya ketika peralatan medis, sarana dan prasarana rusak dan tidak bisa digunakan lagi.
Ketika BPJS Kesehatan melakukan kredensial, ditemukan ketidaksesuaian kelas di beberapa rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Presiden no.82 tahun 2018, BPJS Kesehatan harus melaporkan kepada Kementerian Kesehatan untuk dilakukan reviuw. Hal inilah yang mendasari Kementerian Kesehatan melakukan review kelas rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pelaksanaan review oleh Kementerian Kesehatan mengacu pada KepMenKes No. HK.01.07/Menkes/373/2019 tentang Pedoman Review Kelas Rumah Sakit. Dalam pedoman tersebut diatur tata cara mulai dari tahap persiapan, pemuktahiran data, verifikasi, analisa hingga hasil rekomendasi.
Pemuktahiran data merupakan hasil laporan rumah sakit melalui aplikasi RS online dan ASPAK (Aplikasi Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan). Data tersebut kemudian akan diverifikasi dan divalidasi. Setelah itu barulah dilakukan analisa berdasarkan kriteria penilaian seperti, kesesuaian antara data SDM yang ada, sarana, prasarana dan alat kesehatan yang berada dalam kondisi baik dan siap pakai.
Rumah sakit akan memperoleh penilaian "sesuai kelas", apabila hasil penilaiannya dalam kategori hijau. Dimana terdapat kesesuaian kriteria SDM yang mencapai 75% atau lebih, dan kesesuaiaan ASPAK mencapai 60% atau lebih. Sebaliknya kategori merah akan diberikan jika terdapat banyak ketidaksesuaian baik SDM maupun ASPAK.
Tidak ada hal yang merugikan dari rekomendasi ini, tidak ada hubungan dengan kualitas pelayanan kepada pasien. Penilaian klasifikasi kelas rumah sakit berbeda dengan penilaian akreditasi rumah sakit, yang menyangkut tentang kualitas pelayanan rumah sakit. Rekomendasi penurunan kelas justru memberi kesempatan kepada rumah sakit untuk berbenah, lebih fokus memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai kelasnya.
Setelah semua proses pembenahan, secara perlahan rumah sakit bisa menambah jenis pelayanan jika ketersediaan SDM, peralatan medis, sarana dan prasarana memungkinkan. Dan bila persyaratan kelas berikutnya sudah terpenuhi dan rumah sakit telah dinyatakan lulus penilaian akreditasi dikelasnya, maka rumah sakit bisa mengajukan permohonan untuk kenaikan kelas. Bagaimanapun, akan jauh lebih baik berada di kelas yang sesuai dengan kompetensi kita dan naik kelas ketika kita sudah siap di kelas berikutnya.
Beberapa hal positif yang bisa diambil dari hasil rekomendasi Kementerian Kesehatan adalah :
Tidak ada hal yang merugikan dari rekomendasi ini, tidak ada hubungan dengan kualitas pelayanan kepada pasien. Penilaian klasifikasi kelas rumah sakit berbeda dengan penilaian akreditasi rumah sakit, yang menyangkut tentang kualitas pelayanan rumah sakit. Rekomendasi penurunan kelas justru memberi kesempatan kepada rumah sakit untuk berbenah, lebih fokus memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai kelasnya.
Setelah semua proses pembenahan, secara perlahan rumah sakit bisa menambah jenis pelayanan jika ketersediaan SDM, peralatan medis, sarana dan prasarana memungkinkan. Dan bila persyaratan kelas berikutnya sudah terpenuhi dan rumah sakit telah dinyatakan lulus penilaian akreditasi dikelasnya, maka rumah sakit bisa mengajukan permohonan untuk kenaikan kelas. Bagaimanapun, akan jauh lebih baik berada di kelas yang sesuai dengan kompetensi kita dan naik kelas ketika kita sudah siap di kelas berikutnya.
Beberapa hal positif yang bisa diambil dari hasil rekomendasi Kementerian Kesehatan adalah :
- Setiap rumah sakit akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik sesuai dengan kompetensinya.
- Setiap rumah sakit akan lebih fokus menyediakan SDM yang menjadi kriteria utama di kelasnya. Upaya merekrut tenaga kontrak bisa dilakukan untuk jangka pendek, dan untuk jangka panjang menyekolahkan putra putri daerah.
- Setiap rumah sakit akan lebih fokus membenahi peralatan medis, sarana dan prasarana sesuai kelasnya yang membutuhkan banyak biaya untuk pemeliharaan.
- Anggaran rumah sakit untuk pengadaan peralatan medis lebih terarah pada penyediaan peralatan yang sesuai kelasnya.
- Sistem rujukan berjenjang yang diterapkan dengan baik, dapat mengurangi antrian pasien.
- Semoga BPJS akan lebih baik di masa yang akan datang, dengan melakukan pembayaran ke rumah sakit tepat waktu.
No comments:
Post a Comment