Website counter

Sunday, April 23, 2017

RUMAH SAKIT DALAM PERSPEKTIF CUSTOMER





Sebagai salah satu institusi yang memberikan pelayanan publik, rumah sakit semakin dituntut meningkatkan kualitasnya. Kesopanan petugas administrasi, kesigapan petugas medis, kenyamanan sarana, kelengkapan prasarana hingga kecanggihan peralatan medis menjadi harapan ketika kita mengunjungi sebuah rumah sakit.

Rumah sakit diharapkan mampu memberi pelayanan penginapan seperti halnya hotel berbintang. Pasien selalu berharap rumah sakit bisa memancing selera makan dengan sajian makanan seperti halnya restoran (harapannya rasa bintang lima, harga kaki lima). Semua orang menginginkan rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik, dari pada pelayanan kesehatan yang diberikan fasilitas kesehatan tingkat dasar seperti puskesmas atau klinik kesehatan lainnya.

Di sisi lain, petugas rumah sakit juga menginginkan hal yang sama. Petugas tentu saja berharap pasien-pasien yang dirawatnya bisa tidur beristirahat dengan nyaman, makan berselera dengan gizi yang memadai dan sesuai standar-standar medis. Makin cepat sembuh pasien, maka makin baiklah kinerja petugas dan makin bagus mutu suatu rumah sakit.

Namun seringkali kenyataan tak seindah harapan.....

Customer rumah sakit terdiri dari pemilik, pasien dan keluarganya serta petugas-petugas kesehatan sebagai customer internal. Pemilik rumah sakit berkewajiban memenuhi kebutuhan rumah sakit dan berhak atas hasil yang diperoleh rumah sakit. Semakin besar modal yang dikeluarkan diharapkan semakin besar pula laba yang akan diterima.

Bagi rumah sakit swasta hal ini akan dihitung secara detail. Pemilik rumah sakit swasta akan menyediakan semua sumber daya rumah sakit sesuai dengan kemampuan keuangannya. Semakin besar modal yang disediakan, diharapkan semakin lengkap ketersediaan pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada masyarakat. Demikian pula halnya dengan tarif rumah sakit swasta, ditentukan berdasarkan perhitungan ekonomi agar pengembalian modal sesuai target dan rumah sakit tidak mengalami kerugian dan tentu saja harus mampu beroleh laba.

Bagaimana dengan rumah sakit milik Pemerintah ?

Sebagai pemilik rumah sakit, Pemerintah berusaha memenuhi harapan ketersediaan sumber daya rumah sakit. Pembangunan gedung-gedung perawatan, kelengkapan fasilitas pelayanan, hingga ketersedian SDM menjadi perhatian penuh Pemerintah. Anggaran daerah maupun anggaran dari Pusat, disediakan untuk memenuhi kelengkapan rumah sakit. Dengan berbagai perencanaan mengolah anggaran itu, rumah sakit berusaha memenuhi tuntutan semua pihak untuk melengkapi pelayanan semaksimal mungkin.

Rumah sakit negeri seringkali menjadi tumpuan akhir berbagai harapan. Pasien yang tidak mampu secara ekonomis, akan memilih rumah sakit negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, disamping kepemilikan asuransi kesehatan yang telah diatur oleh Pemerintah. Sedangkan bagi pasien yang secara ekonomis digolongkan mampu, pada awalnya akan memilih rumah sakit swasta, tetapi pada saat membutuhkan penanganan lebih lanjut atas penyakitnya, seringkali dirujuk ke rumah sakit negeri. Pada umumnya rumah sakit negeri mempunyai fasilitas yang lebih memadai dibanding rumah sakit swasta, baik dari segi peralatan medis maupun sumber daya manusianya.

Kelebihan yang dimiliki rumah sakit negeri ini ternyata tidak begitu saja menjadikan pelayanannya lebih bermutu. Ketersediaan anggaran pengadaan sarana, prasarana dan SDM, ternyata tidak berbanding lurus dengan ketersediaan anggaran untuk pengoperasian dan pemeliharaannya. Sebagai pemilik rumah sakit, seringkali Pemerintah lebih fokus pada penyediaan anggaran pengadaan untuk melengkapi kebutuhan pelayanan. Semua itu akan diatur dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang mengiringi anggaran yang disediakan. Dari tahun ke tahun rumah sakit negeri harus berjuang agar bisa memperoleh sedikit bagian untuk memenuhi ketersediaan anggaran untuk operasional pelayanan dan pemeliharaan rumah sakit. Penggunaan standar-standar manajemen umum di kalangan penentu kebijakan makin melemahkan posisi rumah sakit untuk mendapatkan bagian yang layak.

Tidak seperti instansi lain yang dapat menghitung dan memprediksi  penggunaan anggarannya dalam setahun, rumah sakit justru lebih banyak mengelola "manajemen ketidakpastian". Jenis penyakit dan jumlah pasien adalah salah satu faktor penting ketidakpastian itu. Dan semua itu akan mempengaruhi penggunaan anggaran keuangan, ketersediaan obat, bahan habis pakai dan lain sebagainya.

Permasalahan ini dibijaksanai Pemerintah dengan meningkatkan status beberapa rumah sakit menjadi BLU, dengan harapan rumah sakit mampu mengelola keuangannya sendiri. Namun ternyata hal ini tidak mudah, ketika berbagai kebijakan eksternal ikut mempengaruhi rumah sakit. Salah satunya kebijakan mengenai asuransi kesehatan. Dengan segala manfaat yang diperoleh masyarakat dari asuransi kesehatan yang dikelola Pemerintah, rumah sakit menjadi seperti dihadapkan pada buah simalakama, tak dimakan ibu mati, dimakan juga bapak mati.

Perkembangan rumah sakit menjadikan institusi ini sebagai salah satu industri. Rumah sakit berkembang menjadi industri di bidang kesehatan yang menawarkan pelayanan jasa sekaligus barang. Sebagaimana layaknya sebuah industri, ketersediaan modal sangatlah penting. Dan rumah sakit merupakan industri dengan tuntutan jenis modal yang sangat beragam. Mulai dari modal sarana dan prasarana, hingga modal SDM yang terbagi atas beragam jenis dan keahlian.

Keterikatan rumah sakit negeri dengan Pemerintah yang merupakan pemilik rumah sakit menuntut pengelolaan rumah sakit mengikuti irama kerja pemerintahan. Karyawan rumah sakit negeri tidak bisa keluar dari aturan-aturan birokrasi pemerintahan, pengelolaan keuangan dan perencanaan pun demikian. Sebenarnya tidak akan menjadi suatu kendala yang berarti apabila semua berjalan dengan yang semestinya. Dengan tetap memperhatikan bahwa pengelolaan manajemen rumah sakit berbeda dengan pengelolaan instansi lain, dan siapapun yang nantinya akan berhubungan dengan rumah sakit harus juga dapat mempertimbangkan hal ini, bahwa sistem di rumah sakit berbeda. Namun kenyataannya, sistem kerja institusi lain yang berhubungan dengan rumah sakit turut mempengaruhi baik buruknya pelayanan di rumah sakit. Dan semua itu berakibat langsung dan mempengaruhi perspektif customer terhadap pelayanan rumah sakit.

Ketiadaan obat, buruknya pelayanan, kurangnya kebersihan, kusutnya perparkiran, pencurian adalah sebagian dari suara-suara miring tentang kekecewaan customer terhadap rumah sakit. Customer melampiaskan kekecewaannya mulai dari pembicaraan bisik-bisik, surat pembaca di koran-koran, postingan di media sosial sampai membuat keributan di ruang dan selasar rumah sakit.

Kekecewaan customer yang menggunakan kartu BPJS karena harus membeli obat di apotik luar rumah sakit. Kekecewaan keluarga pasien yang mendapatkan pelayanan dari petugas yang ogah-ogahan dengan mata yang mengantuk dan kelelahan. Dan sebagainya... dan sebagainya. Semua kekecewaan itu terasa wajar dan selayaknyalah telunjuk customer ditujukan ke rumah sakit sebagai institusi yang harus bertanggungjawab atas semua kekecewaan itu. Customer yang sudah membayar premi asuransi setiap bulan, tentunya memiliki harapan apabila sakit tidak perlu lagi merogoh sakunya untuk biaya berobat. Untuk apa menyisihkan sebagian pendapatan kita bila ternyata ketika sakitpun kita harus mengeluarkan biaya dengan pelayanan petugas yang setengah hati.

Di sisi lain pernahkah kita berpikir apa yang dirasakan petugas rumah sakit ?

Sebagai pemberi pelayanan, para karyawan rumah sakit juga digolongkan customer rumah sakit. Berbeda dengan masyarakat penerima pelayanan yang disebut customer eksternal, petugas rumah sakit dikenal sebagai customer internal. Baik buruknya hasil pelayanan rumah sakit, sangat dipengaruhi oleh bagaimana hasil kerja dari customer internal.

Sebagai customer, karyawan rumah sakit juga berhak memperoleh kepuasan dan kenyamanan layaknya customer eksternal. Jika customer eksternal kekecewaannya berhubungan dengan kualitas pelayanan rumah sakit, maka customer internal sering dikecewakan oleh kualitas reward dan punishment atas kinerja mereka, dihargai dengan harga yang rendah, sering terlambat hingga berbulan-bulan, bahkan kadang reward tersebut tidak terpenuhi yang disebabkan karena alasan kesalahan administrasi.

Di rumah sakit swasta, pengelola rumah sakit memiliki kewenangan yang absolut terhadap customer internal. Demikian pula keterlibatan institusi eksternal rumah sakit. Pengelola lebih fleksibel mengatur kebijakan yang harus diikuti oleh institusi eksternal yang ingin bekerjasama dengan rumah sakit. Keterlambatan suatu proses kerjasama oleh pihak eksternal, dapat menyebabkan rumah sakit swasta mengambil sikap tegas, untuk melindungi hak-hak customernya baik internal maupun eksternal.

Situasi ini agak berbeda dengan rumah sakit milik Pemerintah. Kewenangan pengelola rumah sakit negeri dibatasi oleh banyak regulasi pemerintahan, yang tentu saja mempengaruhi berbagai kebijakan rumah sakit. Customer internal rumah sakit yang notabene sebagian besar adalah Pegawai Negeri, pengaturannya melibatkan institusi lain di luar rumah sakit. Kebutuhan rumah sakit terhadap suatu jenis profesi, keahlian atau bahkan jumlah kebutuhan tenaga seringkali tidak terealisasi, sehingga rumah sakit merasa perlu untuk mempekerjakan tenaga kontrak atau honor untuk memenuhi kebutuhan pelayanan rumah sakit. Namun pos penggajian tenaga kontrak berbeda dengan penggajian untuk PNS. Tentu saja hal ini menambah beban keuangan rumah sakit.



Demikian pula berbagai kebijakan yang melibatkan institusi lain. Meskipun semua institusi itu milik pemerintah yang sama, pengelola rumah sakit negeri hanya memiliki kewenangan yang terbatas untuk menentukan kebijakan rumah sakit, bahkan untuk menuntut pembayaran atas hutang pelayanan barang dan jasa yang telah diberikan. Hukum ekonomi yang bisa leluasa diterapkan pada rumah sakit swasta, tidaklah mudah diimplementasikan di rumah sakit negeri.

Rumah sakit negeri seringkali tertatih-tatih dalam hal pembiayaan. Tertatih-tatih karena menyangkut modal yang telah habis terpakai, sementara ketersediaan obat, bahan habis pakai, biaya operasional harus selalu tersedia. Tertatih-tatih karena menyangkut jasa karyawan atas keringat mereka yang telah lama kering. Namun rumah sakit negeri harus bisa memuaskan semua pihak, mulai dari masyarakat pengguna rumah sakit, karyawannya, sekaligus Pemerintah sebagai pemilik rumah sakit.


No comments: