Website counter

Wednesday, February 10, 2016

MENILAI MUTU RUMAH SAKIT MELALUI AKREDITASI




     Setelah  mengalami banyak perubahan standar sejak tahun 1995, akreditasi rumah sakit saat ini lebih menekankan pada proses dalam memenuhi kriteria standar internasional. Akreditasi rumah sakit memiliki banyak elemen penilaian yang dapat menjelaskan sejauh mana pencapaian sebuah rumah sakit terhadap kriteria standar internasional.
    

Secara umum tujuan dari akreditasi rumah sakit adalah mengedepankan keselamatan pasien dan mencapai kualitas pelayanan kesehatan berstandar internasional. Standar akreditasi rumah sakit dibagi atas 4 kelompok yaitu 2 kelompok standar dan 2 kelompok sasaran. Kelompok standar terdiri dari standar pelayanan berfokus pada pasien dan standar manajemen rumah sakit. Sedangkan kelompok sasaran terdiri dari sasaran keselamatan pasien dan sasaran menuju MDG's.
     Rumah sakit yang telah terakreditasi akan mendapat pengakuan secara nasional maupun internasional, karena telah memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan baik dari sistem pelayanan maupun dari sistem manajerialnya. Pengakuan ini menjadi kebanggaan rumah sakit karena akan meningkatkan kepercayaan pengguna jasa maupun masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit tersebut. Rumah sakit yang telah terakreditasi dianggap lebih mampu menggunakan sumber daya dengan lebih efektif dan efisien. 
     Di Indonesia, lembaga resmi yang berwenang melakukan survei verifikasi  dan survei akreditasi adalah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). KARS merupakan lembaga independen yang diakui oleh Pemerintah dan memberikan akreditasi nasional dan internasional kepada Rumah Sakit. KARS telah terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua), yang merupakan sebuah lembaga internasional yang bertugas mengakreditasi lembaga akreditasi di berbagai negara. 

Setelah melakukan survei, KARS nantinya akan memutuskan predikat akreditasi yang paling tepat untuk diberikan kepada sebuah Rumah Sakit. Ada 4 macam status/predikat akreditasi yang dapat diberikan oleh KARS kepada rumah sakit yaitu Basic (Dasar), Intermediate (Madya), Advance (Utama) dan Excellence (Paripurna). Semua rumah sakit bercita-cita memperoleh predikat paripurna dari KARS. 


Persoalannya, sejauh mana pengelola dan staf rumah sakit mampu memahami inti sari dari tujuan pelaksanaan akreditasi  di rumah sakit ?

Gegap gempita akreditasi rumah sakit terdengar di seluruh Indonesia. Kerja keras, waktu dan biaya telah di korbankan untuk sebuah pengakuan bahwa sebuah rumah sakit telah memiliki standar pelayanan internasional. Yel-yel akreditasi diteriakkan dengan penuh semangat, namun sangat sedikit yang mampu menyadari bahwa akreditasi rumah sakit berarti membentuk "sistem manajerial pelayanan kesehatan di rumah sakit". Sepanjang sistem manajerial rumah sakit belum diterapkan sesuai standar-standar manajemen rumah sakit, atau dengan kata lain sepanjang dokumen rumah sakit hanya berupa tumpukan kertas tanpa implementasi, maka sepanjang itu juga benang kekusutan masalah rumah sakit tidak bisa terurai. 

Pada masa-masa awal penerapan akreditasi di Indonesia, KARS lebih menekankan penilaian pada kelengkapan dokumen, ini dimaksudkan agar rumah sakit segera berbenah diri menyiapkan berbagai regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan semua kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Saat ini, penilaian akreditasi rumah sakit lebih pada proses dalam memenuhi kriteria standar internasional. Penilaian lebih ditekankan pada bagaimana rumah sakit mengelola "input" secara efisien, hingga menghasilkan "output" yang efektif. Penilaian lebih berorientasi pada sejauh mana rumah sakit berkeinginan merubah budaya organisasi dengan memperbaiki sistem, bukan sekedar menutupi berbagai kekurangan agar memperoleh pengakuan dari KARS. Penilaian akreditasi adalah penilaian tentang adanya niat untuk menjadi lebih baik, menilai proses ke arah perbaikan, serta bagaimana simpul-simpul manajemen diurai satu per satu menjadi sebuah sistem yang bisa diterapkan dan dipertanggungjawabkan. Makin tinggi standar yang bisa diterapkan oleh sebuah rumah sakit, maka makin tinggi pula predikat yang akan diraihnya.

Ketika akreditasi rumah sakit dipahami sebagai sesuatu yang harus diperoleh untuk mendapatkan pengakuan, maka orang-orang hanya akan bekerja demi untuk sebuah pengakuan. Meraih sebanyak mungkin nilai dalam pokjanya masing-masing, hingga melupakan bahwa setiap pokja saling berkaitan satu dengan yang lain. Sistem manajerial pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit tidak mungkin mampu terbentuk hanya melalui kerja "kelompok-kelompok kerja" yang berdiri sendiri-sendiri dalam sebuah Tim Akreditasi. Penilaian rendah pada salah satu pokja sudah cukup menjelaskan bagaimana penerapan suatu sistem di rumah sakit. Semua itu menuntut tanggungjawab dan kepedulian seluruh SDM di rumah sakit, baik tenaga manajemen, fungsional maupun tenaga penunjang lainnya.

Pada dasarnya kelompok kerja yang dibentuk sesuai dengan bidang kerja dalam bab-bab pada dokumen penilaian akreditasi, hanya bertugas membantu rumah sakit. Pokja bertugas mengingatkan kembali tupoksi dari suatu organisasi yang dinamakan Rumah Sakit, yang telah memiliki struktur dengan pembagian tugas yang jelas, agar membenahi sistem manajerial rumah sakit. Pada umumnya dalam praktek, hampir semua rumah sakit telah memiliki peraturan, tetapi seringkali peraturan yang ada masih diterapkan secara lisan atau berdasarkan kebiasaan. Dengan akreditasi, dokumen-dokumen tentang tata cara berlangsungnya suatu sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, ditata, dikelola, ditulis kembali agar menjadi peraturan bagi suatu rumah sakit dalam memberikan pelayanan perorangan dalam bidang kesehatan. Tanpa pemahaman ini, pokja-pokja hanya akan sibuk beramai-ramai pengumpulkan dokumen, melakukan sosialisasi, melakukan simulasi, dengan kebingungan pada tingkat unit-unit kerja. Sementara di tingkat manajerial tak kalah bingung memenuhi tuntutan pokja-pokja, yang menuntut agar kebutuhan standar-standar akreditasi pada tiap pokja segera dipenuhi. Tentu saja semua itu membutuhkan kerja keras, waktu dan biaya yang tidak sedikit. 

Apa sebenarnya yang menjadi harapan inti dari akreditasi rumah sakit ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sistem didefinisikan sebagai :

  1. Perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas
  2. Susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas dan sebagainya
  3. Metode 
Rumah sakit merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sistem pelayanan yang kompleks. Semakin tinggi tipe atau kelas suatu rumah sakit, akan semakin banyak jenis pelayanan kesehatan yang mampu dikelola oleh sebuah rumah sakit dan semakin luas pula sistem yang harus diterapkan oleh rumah sakit. Masing-masing bidang pelayanan memiliki sistem yang berbeda, tetapi saling berkaitan hingga membentuk suatu totalitas yang berwujud sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Baik buruknya totalitas itu, tergantung dari bagaimana sistem tiap-tiap bidang diterapkan.

Akreditasi rumah sakit memeriksa ada tidaknya kejelasan, keteraturan, kepastian mengenai sistem dalam memberikan pelayanan di rumah sakit. Pemahaman ini harus dibangun sejak awal ketika rumah sakit berkeinginan di akreditasi oleh KARS, agar semua pihak yang terkait memahami apa yang akan dilakukan, dan untuk apa itu semua harus dilakukan. Melaksanakan semua standar akreditasi adalah baik, dan akan lebih baik lagi jika kita memahami apa yang kita lakukan. Unit kerja sebagai ujung tombak dari pelayanan di rumah sakit sebaiknya dibekali pengetahuan manajerial sebagai bekal pelaksanaan standar dan menata sistem pelayanan pada tingkat unit kerja. Seseorang yang mampu memahami dan mengidentifikasi masalah (hazard/bahaya) di sekitar lingkungan kerjanya, akan jauh lebih mampu mengelola berbagai resiko yang mungkin terjadi. Sebaliknya, orang yang tidak mengetahui, cenderung tidak peduli dan menggampangkan masalah. Akreditasi hanya akan menjadi momok penambah beban kerja, ditengah rutinitas tugas utama yang padat. Dan setelah selesai akreditasi sudah bisa diduga, budaya kerja akan berlangsung seperti kebiasaan sebelumnya dan dokumen-dokumen akan tersimpan rapi berjejer di dalam lemari.

Rumah sakit mengatur dua macam manajemen dalam satu organisasi, manajemen klinik dan manajemen administrasi, namun penerapan kedua manajemen itu tidak bisa dipisahkan. Keduanya berjalan seiring untuk membentuk suatu sistem pelayanan kesehatan rumah sakit. Akreditasi memastikan bahwa semua aturan-aturan standar pelayanan di rumah sakit tercatat dalam berbagai dokumen, dengan sendirinya rumah sakit telah membentuk tata tertib, kepastian hukum serta "rules of the game" (aturan main) manajemen rumah sakit dalam melakukan tugas dan fungsinya. Aturan dalam dokumen harus dipatuhi dan berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan roda manajemen rumah sakit. Semuanya kembali tergantung seberapa besar keinginan dan kepatuhan kita untuk membangun budaya rumah sakit yang bermutu. Kepatuhan pada rules of the game ini berlaku untuk semua stakeholder rumah sakit, mulai dari petugas rumah sakit, pasien, pengunjung, masyarakat bahkan Pemerintah sebagai penanggung jawab keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Pada dasarnya, inti dari Akreditasi rumah sakit adalah menggiring kita untuk menerapkan "hospital bylaws" dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, menuntun kita untuk membangun "budaya organisasi" dalam tata kelola rumah sakit yang bermutu, sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit kita telah terbiasa bekerja dalam suatu "sistem manajerial rumah sakit" yang baik dan bermutu.





  

   



    


No comments: