Website counter

Saturday, July 29, 2017

MAMA



     Usianya sudah  mendekati 77 tahun, namun sisa-sisa kecantikan di masa mudanya masih tampak jelas. Dengan rona sejuk menentramkan, mama kelihatannya sudah memiliki segalanya. Kehidupan dunianya seakan tak pernah tersentuh gelombang. Uban yang menutupi kepala dan keriput di kulit tubuhnya seakan tak menyimpan sejarah kelam kehidupan.
  

    Kebahagian tampak nyata di usia tuanya, meskipun papa sudah berpulang beberapa tahun yang lalu. Anak-anak, menantu dan semua cucu sangat menyayanginya. Semua orang melihatnya bahagia. 

  Yah.... mama memang selalu tampak bahagia. Dari dulu aku mengenalnya sebagai sosok ibu yang periang. Mama selalu menyediakan dirinya untuk menampung semua kegalauan  anggota keluarga. Bersama mama semua terasa mencair, setulus senyumannya. Mama selalu menjalani kehidupannya dengan ikhlas.


    Tapi umur mama sudah tergolong sepuh. Meskipun memorinya masih cukup baik, namun fisik mama sudah menua. Meskipun wajahnya masih cukup segar dibanding usianya, fisiknya sudah mulai rapuh. Mama sudah lama mengeluhkan rasa sakit di lutut, pinggul, telinga, kaki dan lain sebagainya. Tapi tak banyak yang bisa kami lakukan untuk meringankan rasa sakitnya, tak sebanyak berbagai masalah yang kami alami yang ikut menjadi beban pikirannya hingga saat ini. 

     Masa kecil pelita hidup kami ini, tidak seindah yang kami alami. Mama ditinggal ibunya ketika masih berusia 8 bulan. Ibunya meninggal diusia yang masih sangat belia, sekitar 24 tahun dengan meninggalkan 5 orang anak yang masih kecil-kecil. Si bungsu mamaku yang masih menetek menangis sepanjang hari mencari ASI, sementara kakak tertuanya berguling-guling di tanah kuburan tidak mau pulang. Kakak kedua, ketiga dan keempat menangis kehilangan seharian, tanpa mengerti apa yang terjadi, mengapa ibunya tiba-tiba menghilang.  

Mama yang masih berupa bayi merah itu semakin hari semakin tampak lemah, meski keluarga tetap berusaha meminumkannya air tajin atau apalah yang ada ketika itu. Yang jelas tidak ada susu formula pada masa itu, masa Indonesia belum merdeka, tahun 1941. Bayi kecil yang sudah tak mampu lagi menangis itu, terpaksa dibawa oleh tantenya ke tetangga belakang rumah yang kebetulan juga memiliki bayi. Mama melahap puting susu istri pemanjat kelapa, yang setiap hari bekerja membuat minyak kelapa. Setiap hari puting itulah yang menjadi penyelamat mamaku, pada masa itu. 

     Diusia kanak-kanak, mama diasuh oleh tantenya dan hidup bersama keluarga besar kakek dan nenek dari pihak ibu. Jangan ditanya bagaimana pedihnya hati, ketika melihat semua sepupunya memiliki ayah dan ibu yang lengkap. Hingga ketika berusia remaja, ayah mereka mengambil kelima anak piatu itu untuk ikut bersamanya. 

Sekarang, semua saudara kandungnya sudah meninggal. Mama suka sekali menceritakan kisah-kisah masa lalunya padaku. Tapi semua ceritanya mengalir penuh keceriaan, penuh tawa dan canda. Tak ada kesedihan, meski pada episode-episode yang dirundung duka nestapa. 

Kini aku tahu, sejatinya kita manusia tak pernah kekurangan atau kehilangan apapun dalam kehidupan ini. Semua cerita tentang kita sudah ditakdirkan. Kita hanya butuh keikhlasan, kesabaran, menerima dan mensyukuri semua titipanNya.