Sejak akhir abad ke 18, program-program K3 telah banyak diterapkan dalam sektor industri. K3 merupakan salah satu program, yang memperoleh perhatian penting dalam manajemen industri. Pada struktur organisasi perusahaan industri, departemen K3 menempati salah satu departemen penting yang letaknya dibawah Pimpinan atau General Manajer. Pada perusahaan industri, pesan-pesan keselamatan sudah terlihat sejak sebelum kita memasuki lokasi industri, dan akan selalu tampak ketika kita masuk ke dalam wilayah itu.
Dalam bidang kesehatan khususnya di Indonesia, program-program K3 sudah mulai bergeliat sejak UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ditetapkan. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas kesehatan dituntut untuk ikut serta menyelenggarakan program-program K3. Sebagai salah satu industri dalam bidang kesehatan, rumah sakit justru terindikasi memiliki banyak masalah-masalah K3 yang tidak terdeteksi. Implementasi K3 di rumah sakit berjalan terseok-seok. Selain karena minimnya tenaga K3 kesehatan di rumah sakit, fokus pelayanan kesehatan yang bertumpu pada "kewajiban memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien" merupakan salah satu faktor terabaikannya keselamatan dan kesehatan kerja bagi Petugas pemberi pelayanan.
Pengetahuan mengenai K3 dalam pendidikan kesehatan sudah dianggap merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri. Hal ini memberi kesan bahwa petugas kesehatan seharusnya lebih menguasai pengetahuan K3. Namun data-data yang terungkap beberapa tahun belakangan ini, justru problem-problem K3 di rumah sakit secara signifikan jauh lebih besar dialami oleh petugas kesehatan, dibanding problem K3 di industri non kesehatan.
Petugas rumah sakit setiap saat berhadapan dengan orang sakit, obat-obatan, peralatan medis hingga struktur bangunan yang memiliki banyak bahaya penyakit dan kecelakaan. Waktu kerja Petugas rumah sakit juga berbeda dengan pekerja pada umumnya. Resiko keselamatan dan resiko kesehatan di lingkungan rumah sakit dapat terjadi dari faktor fisika, kimia, biologi, ergonomis hingga faktor psikologis. Masalah ini diperparah dengan banyaknya kasus di rumah sakit yang tidak dapat dilaporkan, akibat tidak adanya sistem dalam struktur organisasi rumah sakit yang menangani permasalahan K3 secara khusus.
Keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit semakin menjadi perhatian semua pihak, setelah rumah sakit dituntut memberikan pelayanan yang bermutu dengan ditetapkannya standar pelayanan rumah sakit melalui instrumen akreditasi rumah sakit. Regulasi K3RS kemudian ditetapkan dalam PerMenKes No. 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
Rumah Sakit memiliki tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan tingkatan tipe suatu rumah sakit. Rumah sakit dengan tipe A atau B memiliki tingkat resiko yang lebih besar, karena rumah sakit tersebut memiliki bermacam-macam jenis pelayanan, sarana, prasarana dan teknologi, serta semakin banyak keterlibatan manusia di dalamnya, baik Sumber Daya Manusia Rumah Sakit, pasien, pengunjung, pengantar, vendor, dan lain sebagainya.
Untuk terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efesien dan berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk atau menunjuk satu unit kerja fungsional yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan K3RS. Unit kerja fungsional itu dapat berbentuk komite tersendiri atau terintegrasi dengan komite lainnya, dan/atau instalasi K3RS.
Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut disesuaikan dengan besarnya tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga Rumah Sakit dapat memiliki komite atau instalasi K3RS, atau memiliki keduanya.
Komite atau Instalasi K3RS, memiliki mekanisme kerja dan tugas fungsi sebagai berikut:
1. Komite K3RS
Ketua Komite bertanggungjawab kepada Direktur utama Rumah Sakit. Komite memiliki anggota yang terdiri dari semua jajaran Direksi dan/atau kepala/perwakilan setiap unit kerja, (Instalasi/Bagian/Staf Medik Fungsional). Sekretaris merupakan petugas kesehatan yang bertanggung jawab dan melaksanakan tugas secara purna waktu dalam mengelola K3RS, mulai dari persiapan sampai koordinasi dengan anggota Komite. Bila tidak terdapat sekretaris purna waktu maka Komite dapat membentuk Sub Komite di bawak Ketua Komite, sesuai bidang-bidang K3RS yang dibutuhkan.
2. Instalasi K3RS
Kepala Instalasi K3RS bertanggung jawab kepada Pimpinan Teknis. Instalasi minimal melaksanakan 3 fungsi yang terdiri dari :
a) Kesehatan Kerja meliputi upaya promotif, preventif, dan kuratif serta rehabilitatif.
b) Keselamatan Kerja meliputi upaya pencegahan, pemeliharaan, penanggulangan dan pengendalian.
c) Lingkungan Kerja meliputi pengenalan bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko di tempat kerja.
Komite K3RS atau instalasi K3RS bertugas
- Mengembangkan kebijakan, prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) K3RS untuk mengendalikan risiko.
- Menyusun program K3RS.
- Menyusun rekomendasi untuk bahan pertimbangan pimpinan Rumah Sakit yang berkaitan dengan K3RS.
- Memantau pelaksanaan K3RS.
- Mengolah data dan informasi yang berhubungan dengan K3RS.
- Memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai kebijakan, prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan (SPO) K3RS yang telah ditetapkan.
- Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya di sebarluaskan di seluruh unit kerja Rumah Sakit.
- Membantu Direktur Rumah Sakit dalam penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit, promosi K3RS, pelatihan dan penelitian K3RS di Rumah Sakit.
- Pengawasan pelaksanaan program K3RS.
- Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.
- Koordinasi dengan wakil unit-unit kerja Rumah Sakit yang menjadi anggota organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3RS.
- Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
- Melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan K3RS secara teratur kepada Direktur Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang ada di Rumah Sakit.
- Menjadi investigator dalam kejadian PAK dan KAK, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.